Bagikan:

JAKARTA - Twitter kembali melarang akun seorang ahli virus asal Amerika Serikat (AS) Dr. Robert Malone dari platformnya karena diklaim menyebarkan konten anti-vaksin.

Mengejutkannya, Malone juga mengaku sebagai penemu teknologi vaksin mRNA. Diketaui, dia memiliki pengikut lebih dari 500.000, tetapi saat ini akunnya telah dilarang di Twitter setelah membagikan video tentang dugaan efek berbahaya dari vaksin Pfizer.

Meskipun terlibat dengan pengembangan teknologi mRNA beberapa dekade yang lalu, Malone telah menjadi kritikus vokal vaksinasi massal. Baik Pfizer dan Moderna dibangun di atas teknologi mRNA, yang menggunakan rekayasa genetika memberi tahu tubuh kita untuk memproduksi protein lonjakan yang ditemukan pada COVID-19 dan membuat antibodi yang menyerang virus jika terinfeksi.

Namun, Malone percaya tidak ada cukup pengujian yang memadai untuk menjamin vaksinasi massal, terutama pada anak-anak. Setelah dilarang di Twitter, Malone kemudian mengunggah konten di halaman media sosialnya yang lain.

"Ini juga berarti kita kehilangan komponen penting dalam perjuangan kita untuk menghentikan vaksin yang diamanatkan untuk anak-anak dan untuk menghentikan korupsi di pemerintah kita, serta kompleks industri medis dan industri farmasi," ujar Malone.

Keputusan dari Twitter muncul ketika media sosial berusaha mati-matian untuk menghentikan penyebaran informasi yang salah tentang vaksin ketika negara-negara memerangi penyebaran varian Omicron.

Dan terlepas dari klaimnya, Malone tidak dapat dikreditkan sebagai satu-satunya penemu teknologi mRNA. Dia ikut menulis makalah tentang teknologi pada 1980-an, tetapi Dr. Katalin Karikó dan Dr. Drew Weissman yang lebih sering dianggap sebagai penciptanya.

Sementara itu, kredensial ilmiah dari semua vaksin COVID-19 termasuk yang berbasis mRNA telah lama disertifikasi. Semua vaksin yang digunakan di Inggris harus disetujui oleh Medicines and Healthcare Products Regulatory Agency (MHRA), yakni lembaga independen.

MHRA memastikan vaksin memenuhi standar internasional yang ketat untuk keamanan, kualitas dan efektivitas. Mereka semua telah melalui uji klinis yang melibatkan ribuan orang di Inggris dan di seluruh dunia. Setelah vaksin disetujui, itu dipantau secara ketat untuk terus memastikan aman dan efektif.

Sayangnya, Twitter belum mengomentari keputusan tersebut dan tidak jelas apakah larangan itu otomatis atau dilakukan oleh manusia. Demikian dikutip dari Metro, Sabtu, 1 Januari.