Bagikan:

JAKARTA - Gedung Putih mulai bekerja sama platform media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter hingga Google untuk mengatasi misinformasi seputar COVID-19. Hal tersebut dilakukan guna menekan jumlah kelompok anti-vaksin yang menyebarluaskan informasi hoaks.

"Disinformasi yang menyebabkan keraguan tentang vaksin akan menjadi rintangan besar untuk memberikan vaksin ke semua orang dan tidak ada lagi pemain besar selain media sosial," kata Kepala staf kepresidenan Amerika Serikat Ron Klain, seperti dikutip dari Reuters, Selasa, 23 Februari.

"Kami berbicara dengan mereka...supaya mereka memahami betapa pentingnya misinformasi dan disinformasi dan bagaimana mereka bisa mengatasinya segera," kata dia.

Pemerintah AS berupaya agar konten misinformasi tidak viral di media sosial. Beberapa waktu lalu pendukung anti-vaksin mengadakan aksi di Stadion Dodger, Los Angeles awal bulan ini.

Protes tersebut bermula di grup Facebook yang menolak informasi soal virus corona, masker dan imunidasi. Demonstran dalam waktu yang singkat menutup akses masyarakat ke stadion, yang menjadi salah satu pusat vaksinasi.

Gerakan anti-vaksin di AS banyak beredar di media sosial. Laporan dari Center for Countering Digital Health pada Juli 2020 menemukan akun-akun anti-vaksin diikuti 7-8 juta sejak 2019.

"Memberikan bantuan apa pun yang bisa kami lakukan," kata salah seorang juru bicara Facebook dalam memerangi hoaks di platform media sosial.

Facebook memastikan kebijakannya untuk menghapus laman, grup dan akun yang sering menyebarkan misinformasi soal COVID-19 dan vaksin. Sementara Twitter menyatakan secara berkala berkomunikasi dengan Gedung Putih untuk isu penting, termasuk tentang COVID-19