Bagikan:

JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kerap kali menebar janji manis untuk memperkuat pemberantasan korupsi. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya pernyataan yang tak sesuai dengan kondisi saat ini.

Hal ini disampaikan oleh peneliti ICW, Kurnia Ramadhana untuk menanggapi pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2021 pada Kamis, 9 Desember kemarin.

"Masyarakat dapat menilai bahwa Presiden seringkali hanya menebar janji-janji manis pemberantasan korupsi," kata Kurnia dalam keterangannya kepada wartawan, Jumat, 10 Desember.

Salah satu pernyataan Jokowi yang mendapat perhatian oleh Kurnia adalah perihal RUU Perampasan Aset agar segera diundangkan. Menurutnya, apa yang disampaikan eks Gubernur DKI Jakarta itu tidak sesuai dengan kenyataan yang ada karena rancangan perundangan ini tak masuk dalam Program Legislasi Nasional Prioritas 2022.

Atas kondisi ini, Kurnia kemudian menilai harusnya Jokowi adalah pihak yang paling pertama sadar mengapa pemberantasan korupsi saat ini masih belum maksimal. Dia harusnya lebih dulu berbenah sebelum meminta aparat penegak hukum melakukan hal yang sama.

"Pihak yang paling pertama harus sadar dan berbenah karena pemberantasan korupsi belum membaik adalah Presiden Joko Widodo sendiri. Sebab problematika penegakan hukum hari ini adalah ketiadaan sikap yang jelas dari presiden," ungkapnya.

"Misalnya, Presiden dalam pidato Hakordia kemarin mendorong agar tahun depan RUU Perampasan Aset bisa diundangkan. Bagi ICW, pernyataan itu tidak sesuai dengan realita hari ini," imbuh Kurnia.

Selain itu, ICW juga menyayangkan Jokowi tidak secara langsung menegur KPK karena kegaduhan yang dibuat oleh Firli Bahuri dkk. Kurnia bilang, teguran itu harusnya diciptakan karena banyak hal gaduh yang terjadi di komisi antirasuah belakangan ini dan salah satunya adalah Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

Diketahui, akibat Asesmen TWK itu puluhan pegawai KPK harus tersingkir karena gagal menjadi aparatur sipil negara termasuk Novel Baswedan.

"ICW juga menyayangkan Presiden tidak menyinggung kegaduhan demi kegaduhan yang selalu diciptakan oleh Pimpinan KPK," tegas pegiat antikorupsi ini.

Menurutnya, kegaduhan inilah yang jadi alasan mengapa kinerja KPK kini terganggu. "Sebagai Kepala Negara, Presiden harus menegur Pimpinan KPK," ungkap Kurnia.

"Sebab, akibat kegaduhan yang tak berkesudahan roda kerja KPK terganggu dan capaiannya juga jauh dari kata ideal, terutama dalam lingkup penindakan," pungkasnya.