Jawaban Alfamart Terkait Pemotongan Gaji 10 Persen: Ini Bukan karena Pandemi COVID-19
插图。 (照片:Alfamart)

Bagikan:

JAKARTA - PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) atau Alfamart buka suara soal isu pemotongan gaji karyawan sebesar 10 persen berdasarkan sistem nota selisih barang (NSB) yang tengah ramai di publik.

Corporate Affairs Director, PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk, Solilhin menyampaikan, penerapan sistem tersebut bukan hal baru. Ia mengatakan, bahkan pihak Alfamart sudah melakukan sosialisasi perihal penerapan sistem NSB kepada setiap karyawan di awal masa kerja karyawan.

"Saat training mereka sudah dikasih tau soal ini. Kami sudah katakan kepada karyawan seperti apa pola kerja, pola penggajian, pola hak dan tanggung jawab dan lain-lain begitu mereka bergabung di Alfamart. Di semua ritel pasti ada sistem NSB ini," ujarnya, kepada VOI, di Jakarta, Kamis, 6 Agustus.

Solihin menegaskan, bahwa pemotongan gaji ini bukan karena dampak COVID-19 terhadap Alfamart. Sistem NSB ini diterapkan agar ada tanggung jawab dari karyawan yang bersentuhan langsung dengan stok barang. Baik itu karyawan pergudangan maupun yang melakukan penjualan di minimarket.

"Tolong jangan disangkutkan pada pandemi COVID-19. Enggak ada pemotongan gaji akibat pandemi. Kami tak setega itu. Sepeserpun hak karyawan enggak ada yang kami potong. Gaji telat juga enggak, PHK pun enggak," ucapnya.

Sebagai informasi, ketentuan nota selisih barang mengharuskan karyawan peritel untuk melakukan penggantian selisih barang yang hilang dengan sistem pemotongan gaji. Biasanya, selisih barang yang hilang akan diketahui dari proses audit stok barang yang dilakukan secara berkala.

Solihin mengatakan, penerapan sistem NSB ini tidak berarti bahwa setiap barang yang hilang pasti selalu akan dibebankan kepada karyawan. Sebaliknya, pembebanan selisih barang yang hilang dalam bentuk pemotongan gaji hanya akan dilakukan apabila jumlah/nilai barang yang hilang melebihi ambang batas toleransi yang sudah ditetapkan kepada masing-masing toko. 

Ambang batas toleransi tersebut bervariasi di tiap toko, sebab besarannya disesuaikan dengan ukuran toko, jumlah produk di toko, lokasi toko, dan jabatan karyawan sebagainya. Selisih barang yang berada di bawah ambang batas tidak akan dibebankan kepada karyawan.

Beban pemotongan gaji dari selisih barang hilang yang telah melewati ambang batas toleransi akan dibagi kepada karyawan-karyawan toko yang sedang berjaga ketika barang hilang. Pemotongan gaji tersebut bisa dicicil selama beberapa bulan untuk meringankan beban karyawan yang bersangkutan.

"Dari 20 tahun lalu saya gabung di sini juga sudah ada sistem ini. Ini jauh lebih rendah dibanding dulu. Sekarang maksimum 10 persen, sebelumnya 30 persen. Karena kita tahu, bisa saja barang hilang bukan karena salah karyawan, maaf ya mungkin karena pengutil di toko, atau barang keluar dari gudang 9 di faktur 10, dan meraka tidak teliti. Bisa saja itu terjadi," jelasnya.

Solihin mengatakan, tidak semua toko karyawannya mendapat potongan gaji akibat sistem NSB. Alasanya karena tidak melewati ambang batas toleransi maupun karena karyawannya disiplin.

"Pertanyaannya ada enggak toko yang enggak kena potong gaji karena NSB? Ada. Karena mungkin karyawannya teliti saat memeriksa barang masuk ke toko, dan mereka disiplin mengecek stok barang," tuturnya.

Tak Larang Lakukan Mogok Kerja

Aliansi Serikat Pekerja Alfamart (ASPAL) memprotes kebijakan Alfamart yang memotong gaji karyawan 10 persen atas sistem NSB. Sebab, kebijakan diambil perusahaan tanpa kesepakatan dengan serikat pekerja. Akibatnya, aksi mogok kerja akan dilakukan pada tanggal 11 hingga 13 Agustus.

Menanggapi hal ini, Solihin mengatakan, tak melarang karyawannya untuk berujuk rasa selama aksi tersebut sesuai dengan aturan. Terlebih, tak menggangu pekerjaan mereka.

"Seseorang menyampaikan aspirasi dipersilahkan. Kita tidak melarang, selama tidak menganggu dan dilakukan dengan cara yang benar. Karena karyawan kan punya tanggung jawab pekerjaannya," tuturnya.

Terkait dengan aksi mogok kerja tersebut, menurut Solihin, pihak manajemen juga berkewajiban untuk menjelaskan persolaan terkait dengan ambang batas toleransi NSB kepada karyawan.

"Ini sebetulnya bukan sesuatu hal yang baru. Saya menganggap angka 10 persen maksimum ini justru jauh lebih baik dari sebelumnya," ucapnya.