Singapura Catat Angka Pengangguran Tertinggi dalam Satu Dekade Akibat Pandemi COVID-19
Ilustrasi (Unsplash/Lily Banse)

Bagikan:

JAKARTA - Tingkat pengangguran di Singapura naik pada kuartal kedua ke level tertinggi dalam lebih dari satu dekade. Penyebabnya karena adanya penghematan lebih dari dua kali lipat dan total pekerjaan yang menurun saat pandemi COVID-19. 

Melansir Channel News Asia, Kamis 30 Juli, tingkat pengangguran keseluruhan di Singapura naik menjadi 2,9 persen dari 2,4 persen pada kuartal sebelumnya. Setidaknya ada 90.500 penduduk yang menganggur pada Juni 2020, 79.600 di antaranya adalah penduduk asli Singapura. 

Selain itu total jumlah pekerjaan menurun lebih dari empat kali lipat kecuali jenis pekerja rumah tangga asing. Hal tersebut berdasarkan laporan data awal dari Kementerian Ketenagakerjaan Singapura. 

"Namun, tingkat pengangguran tetap lebih rendah dari puncak resesi sebelumnya selama krisis keuangan global dan SARS," kata pihak Kementerian Ketenagakerjaan Singapura.

Saat itu, tingkat pengangguran secara keseluruhan mencapai 3,3 persen pada kuartal ketiga pada 2009. Sementara pada 2003, tingkat pengangguran berada di angka 4,8 persen pada kuartal ketiga, di tengah wabah SARS yang parah.

Saat terjadi krisis tahun 2003 akibat wabah SARS, tingkat pengangguran Singapura berada di angka terburuk mencapai 4,8 persen. Lalu pada 2009 angka pengangguran kembali tinggi sebesar 3,3 persen. Sejak saat itu baru kali ini angka pengangguran Singapura kembali tinggi. 

Singapura menerapkan "pemutus sirkuit" dari 7 April hingga 1 Juni untuk mengekang penyebaran COVID-19. Pembukaan ekonomi kembali dilakukan secara bertahap pada 2 Juni. Pembukaan bertahap memasuki Fase 2 pada 19 Juni.

Upaya pemerintah 

Ketiga sektor luas di Singapura seperti manufaktur, jasa dan konstruksi, mengalami peningkatan penghematan selama kuartal ini. Hal tersebut juga memengaruhi tingkat pengangguran di Singapura. 

"Penghematan meningkat secara signifikan dalam perdagangan grosir dan peralatan transportasi, mencerminkan penurunan permintaan dalam perjalanan ritel dan udara," kata Menteri Ketenagakerjaan Singapura Josephine Teo.   

Sementara itu, perkiraan lanjutan dari Kementerian Perdagangan dan Industri awal bulan ini menunjukkan bahwa ekonomi negara itu menyusut 41,2 persen pada kuartal kedua. Menyusul penurunan 3,3 persen pada kuartal pertama.

"Singapura sangat terhubung dengan ekonomi global. Di mana ada kelemahan dalam permintaan global, negara-negara cenderung lebih berhati-hati, dan itulah sebabnya kami memulai sejak awal untuk merencanakan situasi ini," jelas Teo. Pemerintah Singapura juga berusaha untuk bergerak maju dalam mempekerjakan banyak sumber daya manusia di bidang kesehatan dan pendidikan anak usia dini. 

Meskipun beberapa perusahaan telah melanjutkan kegiatan, namun untuk menghemat biaya mungkin pihak perusahaan akan meminta karyawan yang ada untuk mengambil lebih banyak tanggung jawab. Meski demikian, masih ada "kantong perekrutan" di antara perusahaan elektronik dan presisi di sektor manufaktur. Selain itu, masih ada juga harapan di perusahaan yang perlu mengganti pekerja asal Malaysia yang terkena dampak langkah-langkah kontrol perbatasan.

Selain Skema Dukungan Pekerjaan, lebih banyak sumber daya telah bersedia untul mengimplementasikan program konversi karier. "Untuk pencari kerja yang tidak dapat mengamankan pekerjaannya karena pasar tenaga kerja yang lemah, kesempatan pelatihan akan disediakan bagi mereka untuk mendapatkan keterampilan yang relevan dengan industri untuk membantu mereka bekerja begitu pasar pulih," tutup Teo.