Bagikan:

JAKARTA - Pandemi virus corona atau COVID-19 telah menyebar di seluruh negara. Akibat mewabahnya virus ini, perekonomian global tertekan, sehingga mendorong peningkatan pengangguran di hampir seluruh negara.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pandemi COVID-19 ini menimbulkan tren pemutusan hubungan kerja (PHK) lantaran perusahaan-perusahaan tak mampu bertahan. Akibatnya, jumlah pengangguran mengalami kenaikan.

Sri mengatakan, kenaikan angka pengangguran ini terjadi akibat turunnya aktivitas industri manufaktur dan jasa di tengah pandemi COVID-19. Salah satu negara yang mengalami kenaikan angka pengangguran paling tinggi yaitu Amerika Serikat.

Menurutnya, di tahun lalu pengangguran di AS hanya 3,7 persen, namun akibat pandemi COVID-19 ini melonjak tinggi menjadi 10,4 persen. Sedangkan, pengangguran tertinggi saat ini terjadi di Italia. Pada 2019 jumlah pengangguran di negara ini yakni 10 persen, lalu pada 2020 meningkat menjadi 12,7 persen.

"Bahkan ada yang memprediksi bisa mencapai 15 sampai 20 persen, ini tingkat pengangguran terbesar kalau dibandingkan dalam sejarah dunia, comparable dengan depresi ekonomi," katanya, dalam konferensi pers APBN Kita, di Jakarta, Jumat, 17 April.

Sri Mulyani, dalam paparannya menjelaskan, negara yang juga mengalami peningkatan pengangguran adalah Eropa dari 7,6 persen menjadi 10,4 persen pada 2020 ini.

Kemudian, Prancis di tahun 2019 angka pengangguran di negara ini adalah 8,5 persen, namun akibat pandemi naik menjadi 10,4 persen. Selanjutnya, Kananda dari 5,7 persen, melonjak menjadi 7,5 persen.

Tak hanya itu, di Australia juga mengalami peningkatan pengangguran. Pada 2019 pengangguran di negara ini tercatat 5,2 persen. Pada 2020 pengangguran naik menjadi 7,6 persen.

Di Asia, sejumlah negara tak luput dari gelombang PHK. Di antaranya Jepang, dari 2,4 persen menjadi 3 persen. Korea dari 3,8 persen menjadi 4,5 persen, hingga Hongkong dari 3 persen menjadi 4,5 persen.

Sementara itu, di Indonesia, Sri Mulyani mengatakan ada lebih dari 1,5 juta yang terkena PHK maupun dirumahkan. 90 persen dirumahkan dan 10 persen kena PHK. Lalu, 1,24 juta pekerja sektor formal dan 265 pekerja sektor informal. Namun, Sri Mulyani belum menjelaskan berapa besar kenaikan angka pengangguran di Indonesia akibat wabah COVID-19 ini.

Sebelumnya, Sri Mulyani telah memprediksi akan ada 5,2 juta pengangguran baru dalam skenario berat. Sementara pada 2019, BPS mencatat angka pengangguran di Indonesia mencapai 5,28 persen atau sebanyak 7,05 juta.

Pertumbuhan Penerimaan Pajak

Sri Mulyani mengatakan, di tengah pandemi ini, pertumbuhan PPh pasal 21 sebesar 3,80 persen. Kemudian, dia merinci untuk PPh pasal 21 karyawan perusahaan setelah tumbuh di Februari 13,5 persen. Sementara, penerimaan di bulan Maret mengalami turun.

Menurut dia, penurunan PPh 21 di Maret karena perlambatan pembayaran angsuran hanya tumbuh 4,11 persen dan pembayaran PPh pasal 21 atas jaminan hari tua (JHT) dan pensiun tumbuh 10,12 tertinggi di kuartal 1.

"Ini artinya ada penurunan jumlah tenaga kerja. Artinya begitu mereka layoff mereka kemudian membayarkan jaminan hari tua dan pensiunnya. Kemudian dibayarkan PPh pasal 21 untuk pembayaran tersebut. Ini tumbuh bukan berarti baik," jelasnya.

Pertumbuhan penerimaan pajak negara ini, kata Sri, bukan kabar baik. Sebab, meningkatnya PHK, sehingga perushaan melakukan pembayaran pesangon dan menghasilkan PPh pasal 21 JHT dan pensiun.

"Penerimana pajak kita, PPh pasal 21 ini sangat kecil dari 2019 di 14,7 persen. PPh pasal 21 kami waspadai kenaikan indiaksinya untuk mereka yang mengalami PHK," tuturnya.