JAKARTA - Pemulihan ekonomi nasional imbas dari pandemi virus corona atau COVID-19, baru bisa berjalan paling tidak mulai kuartal terakhir tahun 2020 dan akselerasinya dilakukan di tahun 2021. Sebab, tekanan wabah COVID-19 terhadap pertumbuhan ekonomi di kuartal I dan II 2020 sangat berat.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2020 dalam skenario berat akan mendekati titik nol persen. Hal ini terjadi jika pandemi virus COVID-19 berlangsung secara jangka panjang.
"Pertumbuhan ekonomi kita untuk kuartal kedua dan ketiga ini tekanannya akan sangat berat. Pada skenario kita yang berat itu ada di titik mendekati 0. Dan kalau untuk kuartal keduanya itu akan mendekati 0 atau bahkan mungkin bisa negatif. Namun di kuartal ketiga kita harapkan sudah mulai recovery," ujarnya, dalam keterangan tertulis yang diterima VOI, di Jakarta, Rabu, 15 April.
Sri Mulyani mengatakan, di kuartal kedua dan tiga kemungkinan tekanannya sangat besar yaitu, pertumbuhan bisa mendekati 0 dan 1,5 atau negatif di minus 2 persen dan diharapkan recovery sudah mulai pada kuartal terakhir tahun ini serta momentum ini akan terus diakselerasi di tahun 2021.
Kendati begitu, bendahara negara ini yakin, pertumbuhan ekonomi di Kuartal III-2020 terjadi pemulihan. Sehingga momentum tersebut diharapkan akan terus diakselerasi di tahun 2021 mendatang.
"Jadi tadi jawabannya kapan ekonomi pulih kita berharap kalau situasi COVID-19 bisa kita kelola terutama pada dampak sosial ekonomi dan keuangannya maka recovery akan bisa berjalan paling tidak kuartal terakhir tahun ini," tuturnya.
Menurut Sri Mulyani, pemulihan ekonomi akan terjadi di tahun 2021. Bahkan, dia memperkirakan keadaan ekonomi di tahun tersebut akan kembali berada di 4,5 bahkan 5,5 persen. Namun, masih akan dilihat situasi di kuartal kedua dan kecepatan untuk penanganan COVID-19 ini.
"Jadi hari-hari ini pun kalau kita membuat proyeksi, kita masih banyak sekali catatan. Namun tadi path-nya kita berharap kuartal ketiga dan kemudian akselerasinya di kuartal keempat, terutama pemulihan sudah bisa terlihat lebih indikasinya," jelasnya.
Siapkan Langkah Pendek, Menengah dan Panjang
Dengan implikasi naiknya jumlah kemiskinan dan pengangguran, Sri mengatakan, langkah dalam jangka pendek, menengah, dan panjang tidak bisa dilepaskan. "Jangka pendek seperti yang disampaikan oleh berbagai menteri, instruksi Bapak Presiden, pertama Kartu Prakerja kita naikkan dari Rp10 triliun menjadi Rp20 triliun, itu bisa 5,6 juta masyarakat yang terdampak PHK ini bisa di-absorb," tuturnya.
Namun, kata Sri Mulyani, hal itu belum termasuk BPJS Ketenagakerjaan yang masih memiliki uang iuran dari perusahaan yang bisa dipakai untuk memberikan benefit kepada para masyarakat yang terkena PHK, jadi dalam hal ini safety net-nya untuk para pekerja ada di sana.
Untuk dana desa, kata Sri Mulyani, Kementerian PUPR dan kementerian/lembaga yang memiliki anggaran diminta untuk melakukan apa yang disebut cash for work atau proyek-proyek padat karya tunai, utamanya tadi dari Kementerian PUPR.
"Menteri PUPR dalam hal ini melakukan peningkatan bagi alokasinya dari sisi untuk menciptakan apa yang disebut proyek-proyek padat karya. Untuk sektor perumahan, kita sudah naiknya fasilitas pertama," jelasnya.
Menurut Sri Mulyani, realokasi anggaran ini guna menciptakan beberapa proyek padat karya di 1.000 lokasi. Artinya, dalam jangka pendek, Dana Desa akan dialokasikan selain untuk bantuan sosial (bansos), juga untuk padat karya.
BACA JUGA:
Pemerintah, lanjut dia, akan digunakan semua instrumen yang ada untuk bisa membuat dampak negatif akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) atau pengurangan kesempatan kerja bisa di-absorb dengan mekanisme yang sekarang dilakukan.
"Dalam jangka menengah (dan) panjang kita tetap fokus bagaimana memperbaiki daya tahan dari dunia usaha dan bahkan meningkatkan daya tarik dari ekonomi Indonesia," tuturnya.
Di sisi lain, Sri Mulyani juga mengingatkan agar terus fokus pada reform dan menjaga dampak COVID-19 ini seminimal mungkin. Karena Indonesia bisa dianggap sebagai salah satu negara yang punya potensi untuk menarik investasi atau capital untuk meningkatkan dunia usaha.
"Beberapa langkah seperti Jepang akan melakukan relokasi perusahaannya dari RRT ke luar atau dari negara lain, itu juga memberikan opportunity," jelasnya.
Sri Mulyani mengatakan, pihaknya akan melakukan langkah-langkah untuk membuat kondisi perekonomian tetap baik dan bisa menarik investasi atau membuat perusahaan-perusahaan tetap bertahan dalam situasi yang memang sangat berat.
"Tidak ada yang tidak terkena, namun dalam hal ini yang terkena bisa bertahan dalam situasi yang sulit, itu yang kita akan terus fokuskan. Maka insentif-insentif pajak seperti yang sudah kita sampaikan akan dilakukan," tuturnya.
Pemerintah, kata Sri Mulyani, tidak hanya fokus di industri manufaktur, tapi juga telah melakukan tambahan apa yang disebut insentif pajak ke 11 sektor lain di luar sektor manufaktur. Di antaranya, sektor transportasi, perhotelan, perdagangan, dan sektor-sektor lain yang mendapatkan dampak COVID-19.
Menurut Sri, dengan insentif pajak ini, PPh Pasal 21 yaitu pajak karyawan, PPN yang dipercepat, pajak korporasi yang dikurangkan untuk pembayaran berkalanya 30 persen, semuanya diharapkan bisa memberikan daya tahan bagi perusahaan-perusahaan di seluruh 11 sektor yang dianggap mendapatkan dampak yang sangat negatif dari pandemi COVID-19.
"Dengan pemberian stimulus ini, kita harapkan kemampuan dari sektor-sektor usaha untuk bertahan bisa ditingkatkan," katanya.
Langkah lainnya dalam jangka panjang, ujar Sri Mulyani, yakni dengan omnibus law dan berbagai reform yang dilakukan dengan tujuan agar sektor-sektor ini tidak hanya mampu bertahan, namun juga mampu menarik modal baru.
"Ini yang nanti akan terus kita perbaiki sehingga Indonesia mampu untuk menarik kembali kegiatan ekonomi. Dan oleh karena itu kemudian kemiskinan dan pengangguran bisa terus dikembalikan pada track penurunan," jelasnya.
Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) tahun 2020 juga mengalami penurunan, karena adanya pendapatan negara yang diproyeksikan akan menurun sekitar 10 persen. Pemotongan TKDD juga telah disampaikan Kemendagri melalui surat edaran (SE) sebesar Rp94 triliun.
"Kita akan melakukan secara hati-hati berdasarkan situasi juga dari keuangan negara, APBN dan kondisi masing-masing daerah yang tadi disebutkan ada yang memiliki kapasitas fiskal bagus dan ada yang sangat kecil," tuturnya.
PAD Turun
Diakui Sri Mulyani, pemerintah pusat paham bahwa pemerintah daerah akan menghadapi tekanan Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang mungkin saja akan turun. Untuk Pulau Jawa, jauh lebih tajam yaitu PAD-nya bisa drop sampai 40 persen. Sementara, di luar Jawa akan lebih sedikit karena memang pusat dari COVID-19 itu menghantam sangat besar di DKI.
Menurut Sri, PAD DKI mungkin bisa turun sampai 50 persen dan provinsi-provinsi di Pulau Jawa, sehingga memang dilihat PAD-nya akan berbeda-beda.
"Tadi disampaikan untuk belanja-belanja harus disesuaikan. Tadi disampaikan untuk belanja tukin, belanja pegawai, memang ada daerah-daerah yang dalam situasi normal kemarin mereka punya pendapatan besar (dibandingkan pemerintah pusat)," katanya.
Sri Mulyani mengatakan, anggaran tersebut didapat dari transfer PAD, kondisi baik sehingga daerah bisa membayar ASN-ASN dengan tukin yang luar biasa tinggi. Namun, sekarang dalam situasi ini diharapkan untuk bisa menurunkan paling tidak sama dengan pusat.
"Karena itu memang merupakan salah satu pos yang bisa dihemat tanpa menyebabkan ASN daerah itu mengalami dampak yang sangat negatif, karena tukin pusat pun sudah cukup baik," tuturnya.
Soal realokasi dana daerah, Menkeu menyampaikan, tetap dilakukan dari belanja barang dan belanja modal yang bahkan dalam surat edaran memberikan arahan agar dihemat sampai 50 persen untuk belanja barang dan modal.
"Tentu ini akan kemudian di masing-masing APBD yang tergantung dari situasi kapasitas fiskalnya nanti kita akan lihat. Namun ini terutama untuk memberikan instruksi kepada daerah karena kita melihat kemarin sampai dengan hari ini, masih ada daerah-daerah yang masih ragu-ragu melakukan penyesuaian. Ini instruksi Bapak Presiden agar betul-betul sangat spesifik," jelasnya.
Dengan penghematan ini, Sri mengatakan, bukan untuk mengurangi belanja tapi belanjanya dialihkan untuk masalah kesehatan, bansos dan bantuan dunia usaha. Dengan demikian, katanya, kegotongroyongan antara pusat yang sudah menambahkan belanja dapat ditambah dengan pemerintah daerah.
Sementara itu, kata Sri, untuk daerah-daerah tentu, pihaknya juga melakukan monitoring bersama Kemendagri mengenai konsekuensi bagi yang tidak melakukan. "Kita bisa melakukan penundaan untuk transfer DAU. Jadi artinya kita sekarang betul-betul sangat serius," tuturnya.
Sri mengatakan, alasannya karena Presiden Joko Widodo hingga hari ini masih melihat beberapa daerah itu yang masih melakukan business as usual. Di mana, belanja sosialnya tidak naik, belanja barangnya masih belum berubah. Sehingga, semuanya seolah-olah belum sampai kepada daerah bahwa mereka perlu melakukan perubahan dari APBD-nya.
APD
Terkait dengan implikasi dari penyampaian bencana nasional pandemi COVID-19, kata Sri, pemerintah dalam hal ini Kemenkeu bersama-sama dengan kementerian/lembaga lainnya dan dengan OJK masih melihat konsekuensi dari status bencana nasional ini.
Mengenai bantuan luar negeri, kata Sri, seluruh negara ini sekarang saling bantu membantu. Ada yang memberikan bantuan dalam bentuk in–kind dan juga Indonesia membantu dalam artian karena Indonesia itu salah satu negara penghasil APD terbesar di dunia.
Sri mengatakan, kontrak-kontrak dengan negara-negara lain tetap akan dicoba untuk dipenuhi tanpa harus mengorbankan kebutuhan APD di dalam negeri. Beberapa pembicaraan sudah dilakukan dengan Korea Selatan, dan Jepang. Tujannya adalah untuk bisa di satu sisi memenuhi APD di dalam negeri, namun juga di sisi lain juga bisa memenuhi kebutuhan dari negara-negara lain yang memang tidak memiliki industri untuk membangun atau membuat APD tersebut.
"Juga untuk ventilator, yang kemarin diumumkan di dunia bahwa property right-nya bisa di-wave, ini berarti membuka kesempatan bagi industri-industri untuk membuat ventilator sesuai dengan spesifikasi kesehatan," jelasnya.