Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah masih optimis pertumbuhan ekonomi di tahun depan bisa positif. Meski sampai akhir tahun ini pemerintah sendiri meyakini pertumbuhan ekonomi masih terkontraksi atau minus di kisaran 1,1 persen hingga 0,2 persen.

"Artinya agak bergeser ke arah negatif atau mendekati 0 karena kita melihat bahwa tekanan di kuartal kedua sangat dalam dan faktor-faktor untuk kuartal ketiga harus betul-betul diusahakan," kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani, dalam konferensi pers Nota Keuangan dan RUU APBN 2021, Jumat, 14 Agustus.

Sri Mulyani mengatakan, pemulihan ekonomi tidak hanya tergantung dari pemerintah. Meskipun pemerintah merupakan pemegang peran yang cukup besar di dalam pemulihan ekonomi.

Lebih lanjut, Sri menjelaskan, pulihnya ekonomi pada tahun depan sangat bergantung pada beberapa hal. Pertama adalah dari sisi kesehatan. Sebab, pemulihan ekonomi sangat bergantung pada keberhasilan penangangan COVID-19.

Menurut Sri, displin protokol kesehatan, penemuan dan ketersediaan vaksin di 2021 juga menentukan pemulihan ekonomi. 

Kedua, dukungan ekspansi fiskal yang masih tetap dilakukan pemerintah dengan melanjutkan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) baik dari sisi demand dan supply, akselerasi dari reformasi, mendorong daya saing dan iklim invetasi.

"Ini terwujud dalam omnibus law yang sedang dalam pembahasan, reformasi anggaran dan dari lembaga pengelolaan," tuturnya.

Terakhir, pengaruh ekonomi dunia. Sri Mulyani berujar, pada kuartal III 2020 ini akan banyak terjadi revisi pertumbuhan tahun 2021 oleh lembaga internasional.

"Di mana masih tergantung pada penanganan COVID-19 dan apakah terjadi second wave," ucapnya.

Diklaim Mulai Membaik

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut perekonomian Indonesia masih lebih baik dibanding negara-negara tetangga yang terimbas pandemi COVID-19. Bahkan, tren perekonomian berbagai indikator juga ke arah positif.

Meski perekonomian Indonesia kuartal II minus 5,32 persen, kata Airlangga, itu masih lebih baik dibandingkan negara lain. Di antaranya Malaysia diumumkan minus 17,1 persen, Filipina minus 16,5 persen, Singapura minus 12 persen, Jerman minus 11 persen, dan Prancis minus 19 persen.

"Indonesia enggak sedalam yang lain. Berbagai indikator perekonomian juga tengah menuju ke arah yang positif," ujarnya.

Sementara itu, Airlangga mengatakan, harga minyak juga relatif naik. Tembaga dan aluminium juga menunjukkan tren yang sama. Demikian juga CPO juga sudah 2.800 ringgit per ton.

"Jadi, kira-kira sudah di atas harga. Dari ekonomi baik di Sumatera dan Kalimantan enggak sedalam di Pulau Jawa," jelasnya.

Lebih lanjut, Airlangga mengatakan, ada beberapa sektor yang jadi pengungkit perekonomian nasional. Di antaranya sektor pertambangan, keuangan, pendidikan, real estate, dan properti.

"Lalu industri, utility, dan kesehatan. Dari sisi domestik, kendaraan bermotor sudah naik. Penjualan retail juga sudah naik, indeks keyakinan konsumen naik, dan survei dunia usaha dari minus 13 sudah membaik. Trennya sudah membaik seiring dengan kegiatan di global. Kami juga melihat sektor perbankan, korporasi restrukturisasinya sudah 17 persen. UMKM sudah 50-55 persen," tuturnya.