Solusi Sri Mulyani Selamatkan UMKM
Menteri Keuangan, Sri Mulyani. (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah sedang mencari cara untuk mendorong sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang terbukti mengalami kesulitan likuiditas akibat pandemi virus corona atau COVID-19. Selain itu, kebijakan ini juga dinilai dapat meminimalisir terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK).

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, pemerintah tengah mengeluarkan surat utang khusus, di mana instrumen ini akan menjadi tambahan bagi pelaku UMKM untuk mendapat likuiditas, yang saat ini baru berasal dari kredit usaha rakyat (KUR).

"Selain melalui KUR, kami mendukung melalui program ini, yaitu dengan cara pemerintah akan menerbitkan bond yang akan diberikan bagi nasabah UMKM existing, atau KPR, atau kredit motor yang sedang mengalami kesulitan," katanya, dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR, di Jakarta, Senin, 6 April.

Sri Mulyani berujar, surat utang atau bond khusus ini juga dapat meminimalisir terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor UMKM. Apalagi, UMKM berkontribusi lebih dari 50 persen terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Sekadar informasi, pada tahun 1997-1998 UMKM juga menjadi salah satu sektor penyelamat krisis moneter. "Kami dapat berikan likuiditas atau working capital kepada nasabah yang mengalami kesulitan kebutuhan pembiayaan rutin, terutama pembayaran gaji agar PHK bisa dicegah," tuturnya.

Untuk saat ini, kata Sri Mulyani, otoritas fiskal sedang melakukan pemetaan UMKM mana yang memenuhi persyaratan agar bisa dibantu. Salah satu persyaratan yang akan dilihat adalah track record kepatuhan pembayaran pajak.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengaku, surat utang ini diprioritaskani untuk sektor-sektor yang terdampak COVID-19. "Penting uang rakyat diberikan lagi ke rakyat saat mereka butuh. Ini diprioritaskan untuk sektor dan area terdampak," katanya.

Pandemic Bond

Sebelumnya, pemerintah juga berencana menerbitkan pandemic bond untuk menahan dampak penyebaran COVID-19 terhadap perekonomian. Sri Mulyani menyatakan, penerbitan surat utang ini sedang diatur mekanismenya.

Pandemic bond bakal memiliki klausul khusus, yaitu bisa dibeli langsung oleh Bank Indonesia (BI) di pasar perdana. Dengan begitu, pembiayaan atau utang pemerintah diberikan langsung oleh BI.

Sri Mulyani mengatakan, Kementerian Keuangan bersama BI akan mengatur proses pembelian surat utang tersebut secara ketat. Sebab, selama ini bank sentral tidak boleh membiayai defisit fiskal.

"Ini akan diatur luar biasa hati-hati antara kami dan BI," tuturnya.

Pandemic bond ini, seperti dilansir dari CNBC Indonesia, menurut penjelasan Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono, akan berbentuk surat utang pemerintah dalam bentuk rupiah yang dibeli oleh BI dan pihak swasta lain, seperti importir, eksportir, dan investor.

"Dana hasil penjualan surat utang ini, dipegang oleh pemerintah lalu disalurkan ke seluruh dunia usaha dalam bentuk kredit khusus, untuk bangkitkan dunia usaha," jelas Susiwijono.

Jika pemerintah jadi menerbitkan pandemic bond, ini bakal menjadi recovery bond pertama di Asia. Dalam sejarahnya, obligasi ini pertama kali dirilis di Amerika Serikat (AS) pada era New Deal (1936), untuk memulihkan AS dari Depresiasi Besar. Terbaru, mereka menerbitkan Recovery Bond untuk mendanai rekonstruksi pasca-bencana badai Katrina tahun 2005.

Australia juga pernah berencana menerbitkan recovery bond pada 1984 untuk mempercepat pertumbuhan industri perbankan. Namun, rencana itu batal karena pemerintah lebih memilih rekomendasi Kamar Dagang Australia untuk melakukan deregulasi perbankan dan moneter.

Irlandia pada 2009 sempat mewacanakan emisi recovery bond untuk mengatasi krisis ekonomi. Namun rencana itu kandas dan diganti suntikan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) senilai 85 miliar euro. Sebagai gantinya, Irlandia dipaksa menjalankan program austerity berupa pemangkasan belanja pemerintah dan kenaikan pajak.

Uni Eropa juga sempat menjajaki recovery bond yang akan diterbitkan melalui European Investment Fund pada tahun 2010 untuk mengatasi efek krisis Subrime Mortgage Loan di kawasan tersebut. Namun, negara zona Euro tersebut hingga kini belum sepakat mengenai detil kovenan surat utang yang diberi ama Euro-Bonds itu.