Sri Mulyani: Pertumbuhan Ekonomi di Kisaran Minus 0,4 Persen-2,3 Persen Karena COVID-19
Menteri Keuangan, Sri Mulyani. (Mery Handayani/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani memaparkan skenario terburuk pertumbuhan ekonomi Indonesia akibat pandemi virus corona atau COVID-19. Menurut Sri, skenario terberat adalah proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia berkisar 2,3 persen. Namun, skenario terburuknya, ekonomi RI bisa minus hingga 0,4 persen.

"Berdasarkan assesment-assement yang tadi kita lihat, Bank Indonesia, OJK, dan Kemenkeu memperkirakan pertumbuhan ekonomi turun ke 2,3 persen bahkan dalam skenario terburuk bisa minus 0,4 persen," katanya, dalam video conference bersama wartawan bersama wartawan, di Jakarta, Rabu, 1 April.

Seperti diketahui, target APBN 2020 menetapkan pertumbuhan APBN sebesar 5 persen. Namun, karena kondisi pandemi COVID-19 yang kian meluas pertumbuhan ekonomi tahun ini jauh dari angka tersebut.

Sri Mulyani mengatakan, risiko dari pandemi COVID-19 ini juga diproyeksi akan menyentuh sektor keuangan. Dalam kondisi saat ini, risiko gagal bayar kredit atau peningkatan rasio kredit macet (non performing loan/NPL) akan mengalami peningkatan.

Menurut Sri Mulyani, risiko itu dapat terjadi karena banyak perusahaan tidak bisa melanjutkan kegiatan produksinya dan menyebabkan pembayaran utang menjadi terhambat.

"Sehingga kondisi ini akan menyebabkan penurunan pada kegiatan ekonomi. Hal itu juga dapat menekan lembaga keuangan karena kredit tidak bisa dibayarkan," jelasnya.

Sri Mulyani menjelaskan, outlook pertumbuhan ekonomi yang menurun 2,3 persen bahkan mengalami kontraksi hingga minus 0,4 persen karena konsumsi rumah tangga yang menurun serta pertumbuhan investasi yang juga mengalami tekanan.

Karena menurut dia, yang paling terdampak dari mewabahnya virus COVID-19 adalah sektor rumah tangga. Bahkan, diperkirakan akan mengalami penurunan cukup besar dari sisi konsumsi karena mereka tidak lagi melakukan aktivitas di luar rumah sehingga konsumsi akan menurun cukup tajam.

"Konsumsi rumah tangga menurun antara 3,23 persen hingga 1,6 persen. Konsumsi pemerintah dalam hal ini akan kita pertahankan oleh karena itu defisitnya meningkat. Investasi akan merosot dari pertumbuhan yang tadinya kita perkirakan ada di 6 persen merosot ke 1 persen atau bahkan negatif 4 persen," ucapnya.

Tak hanya itu, Sri Mulyani juga menjelaskan, kinerja ekspor juga akan lebih mengalami kontraksi lebih dalam, begitu juga kinerja impor.

"Ekspor yang kemarin sudah negative growth selama hampir satu tahun. Itu juga mengalami pertumbuhan yang lebih dalam lagi. Impor kita juga mengalami negative growth," tuturnya.

Di sisi lain, Sri Mulyani menjelaskan, bahkan sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang selama ini terbukti mampu tahan dalam setiap kondisi krisis. Namun, karena pandemi COVID-19 diperkirkan akan terpukul paling depan sebab tidak adanya kegiatan sosial. Padahal, saat krisis 1998, UMKM mampu menjadi penopang ekonomi Indonesia.

"UMKM yang biasanya jadi safety net mengalami pukulan besar karena adanya restriksi kegiatan sosial. Ketika hadapi kondisi tahun 97-98 UMKM resilient, sekarang UMKM terpukul paling depan karena enggak ada kegiatan di luar rumah oleh masyarakat," ucapnya.