Bagikan:

JAKARTA - Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 telah disahkan menjadi Undang-Undang. Fokus pemerintah masih pada penanganan di bidang kesehatan, melindungi masyarakat rentan, dan mendukung pemulihan ekonom nasional (PEN) dari dampak pandemi COVID-19.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pandemi yang menyerang seluruh dunia sejak awal tahun, berimbas pada kenaikan kemiskinan dan pengangguran baik global maupun nasional.

Menyadari potensi melonjaknya angka kemiskinan dan pengangguran akibat pandemi COVID-19, Sri Mulyani berujar, pemerintah berupaya untuk menekannya melalui berbagai cara. Salah satunya, mempertajam efektivitas program perlindungan sosial dan program pembangunan nasional.

"Kami juga akan mengendalikan tingkat kemiskinan di tahun 2021 pada kisaran 9,2 persen hingga 9,7 persen," katanya, di Jakarta, Selasa, 29 September.

Data Kementerian Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) menyebutkan bahwa total penduduk Indonesia per 30 Juni sebanyak 268.583.016 jiwa. Jika diasumsikan, Sri Mulyani menargetkan angka kemiskinan sebesar 26 juta jiwa di tahun 2021.

Sri Mulyani menjelaskan bahwa untuk pengangguran ditarget sekitar 7,7 persen hingga 9,1 persen. Pemerintah juga berupaya melakukan perbaikan ketimpangan (gini ratio) menjadi 0,377 hingga 0,379. Sedangkan, pencapaian pembangunan manusia pada kisaran 72,78 hingga 72,95.

Sebelumnya, Irjen Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Sumiyati mengatakan, resesi ekonomi yang akan dialami Indonesia nantinya turut mempengaruhi kondisi sosial dan ekonomi masyarakat secara menyeluruh. Termasuk, dalam peningkatan jumlah kemiskinan dan pengangguran.

"Pengangguran dan juga angka kemiskinan diperkirakan akan naik cukup signifikan di mana kemiskinan kemungkinan akan naik sekitar 3,02 hingga 5,71 juta orang," katanya, dalam acara Seminar Nasional Sinergi Pengawasan APIP-SPI-APH secara virtual, Selasa, 29 September.

Sementara itu, kata Sumiyati, untuk angka pengangguran meningkat kurang lebih 4 juta hingga 5,23 juta orang.

Sumiyati mengatakan, untuk memitigasi dampak COVID-19 terhadap kesejahteraan masyarakat, dibutuhkan suatu kebijakan yang luar biasa untuk menjaga agar dampak sosial dan ekonomi yang diakibatkan oleh pandemi tidak berkembang menjadi sangat berat dan berkelanjutan.

Menurut Sumiyati, pemerintah telah merespons dampak pandemi COVID-19 dengan mengelurkan berbagai macam paket kebijakan sejak dikeluarkannya Perppu Nomor 1 tahun 2020 yang telah menjadi UU Nomor 2 Tahun 2020.

"Demikian juga PP Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan ini disesuaikan terus dengan perkembangan yang ada dinamika yang terjadi di Indonesia maupun global," tuturnya.