Bagikan:

JAKARTA - Realisasi pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama tahun ini hanya mencapai 2,97 persen. Angka tersebut jauh lebih rendah dibandingkan proyeksi pemerintah sebesar 4,6 persen. Pertumbuhan ekonomi pada kuartal II diproyeksi akan jatuh lebih dalam lagi.

Salah satu faktornya yang menyebakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II semakin tertekan adalah karena penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang kian meluas. Tak hanya itu, berbagai kebijakan untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona atau COVID-19 juga menyebabkan meningkatnya angka kemiskinan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan, ekonomi pada kuartal II akan jatuh lebih dalam karena kebijakan PSBB tidak hanya diberlakukan di Jabodetabek tetapi sudah meluas ke daerah lain.

Sri Mulyani mengaku, kaget dengan realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal I yang jauh dari perkiraan. Penurunan ini terjadi karena konsumsi rumah tangga jatuh cukup dalam akibat social distancing atau physical distancing dan kebijakan bekerja dari rumah atau work from home.

Realisasi konsumsi rumah tangga pada kuartal I hanya sebesar 2,84 persen, turun dari 5,02 persen pada kuartal I 2019 dan 4,97 persen dari kuartal IV 2019.

"Ini jauh dari asumsi kami yang di atas 4 persen," tuturnya, dalam rapat kerja secara virtual dengan Komisi XI, Rabu, 6 Mei.

Menurut Sri Mulyani, kebijakan social distancing walau hanya diterapkan satu bulan sangat berdampak pada pertumbuhan triwulanan. Konsumsi rumah tangga pada 2019 tercatat sebesar Rp9.000 triliun. Dari angka tersebut, sebesar Rp5.000 triliun merupakan nilai konsumsi di Jabodetabek dan Pulau Jawa.

"Kalau hanya di rumah mereka tidak mungkin akan konsumsi hingga Rp 5 ribu triliun sehingga dampak di kuartal II akan berat sekali," katanya.

Angka Kemiskinan Melonjak

Sri Mulyani mengatakan, pandemi virus COVID-19 ini bakal menyebabkan terjadinya lonjakan jumlah angka kemiskinan. Menurut dia, dalam kurun waktu yang singkat yakni Maret hingga awal Mei tahun ini, angka kemiskinan telah melonjak kembali.

"Dalam kondisi seperti ini, jumlah angka kemiskinan akan naik, COVID-19 dari Maret ke Mei sudah melonjak angka kemiskinan. Reverse (kembali lagi) seperti tahun 2011," tuturnya.

Untuk diketahui, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia pada September 2011 mencapai 29,89 juta orang atau 12,36 persen.

Sementara pada data terkini, BPS mencatatkan angka kemiskinan tercatat 9,22 persen pada September 2019 atau setara dengan 24,79 juta orang.

Nah akibat pandemi COVID-19 ini, Sri Mulyani mengatakan, hanya dalam waktu 2 bulan mampu memutarbalikkan kinerja pemerintah untuk menekan angka kemiskinan di bawah 10 persen dalam sembilan tahun terakhir alias kembali di atas angka 10 persen.

Sri Mulyani mengatakan, data dari Kemenaker muncul angka pengangguran melonjak 2 juta orang dalam 1,5 bulan ini selama masa pandemi. Karena hal ini, pemerintah pun mengambil langkah cepat untuk meningkatkan belanja bantuan sosial agar kemiskinan tidak semakin melonjak.

"Karena itu belanja Bansos menjadi salah satu upaya untuk bisa menjaga agar kemiskinan tidak semakin melonjak atau menyebabkan PHK, penuruna kegiatan sektor ekonomi sektor informal dan UMKM," jelasnya.