JAKARTA - Badan Legislasi (Baleg) DPR RI melakukan rapat terkait rancangan undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja bersama dengan pemerintah dalam hal ini Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Ketua Baleg Supratman Andi Agtas mengatakan, mengenai sektor ketenagakerjaan, akan dibahas terakhir dari keseluruhan klaster yang ada di dalam draf Ominus Law RUU Cipta Kerja oleh DPR dan Pemerintah.
Seperti diketahui, klaster ketenagakerjaan ini banyak mendapat sorotan karena substansinya dinilai tak berpihak pada kesejahteraan pekerja atau buruh. Klaster ini dianggap menguntungkan pengusaha atau investor.
"Menyangkut soal mana yang kami bahas, yang lebih didahulukan akan disepakati di rapat Panja. Kesepakatan kami, yang utama adalah mendahulukan pembahasan klaster yang tidak ada persoalan di publik," ujar Supratman, dalam rapat Baleg melalui siaran langsung, di Jakarta, Selasa, 14 April.
Kemudian, Suptraman mengatakan, rapat Baleg juga menyepakati untuk membentuk Panitia Kerja atau Panja Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. Panja DPR akan mengundang stakeholder dan narasumber guna membahas RUU Omnibus Law tersebut. Hasilnya nanti dapat dijadikan bahan pertimbangan fraksi-fraksi di parlemen untuk menyusun daftar inventarisasi masalah (DIM).
DIM akan dikumpulkan setelah penyerapan aspirasi selesai dilakukan. Fraksi disebut dapat menggubah DIM setelah diserahkan untuk dilakukan penyempurnaan.
"Ini Panja akan segera melakukan uji publik, meminta masukan dari masyarakat baik dari kalangan kampus maupun teman-teman yang terdampak secara langsung. Baik yang pro maupun yang kontra, akan kami minta pendapat," tuturnya.
Supratman menjelaskan, tujuan dibentuknya Panja adalah agar RUU ini memberikan kontribusi yang baik terhadap perekonomian negara.
Pembahasan DIM disetujui akan dilakukan berdasarkan pengelompokkan atau klaster bidang materi yang ada di dalam RUU. Pembahasan akan mengutamakan materi yang tidak berdampak sistemik atau tidak mendapatkan penolakan dari masyarakat. Pembahasan DIM akan dimulai dari materi muatan yang 'mudah' dan dilanjutkan ke materi muatan yang 'sulit'.
Sebelumnya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto telah memaparkan draf omnibus law RUU Cipta Kerja yang merupakan usulan pemerintah dalam rapat kerja bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR. Ia mengatakan, RUU ini bertujuan mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur dengan berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945.
"Dari segi UU sendiri, arahnya adalah mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD melalui upaya pemenuhan hak warga negara atas hak pekerjaan dan penghidupan layak melalui Cipta Kerja," tuturnya.
Melalui RUU Cipta Kerja, kata Airlangga, akan tercipta lapangan kerja yang luas dan merata di seluruh tanah air. RUU ini juga memberikan pelindungan bagi UMKM, peningkatan perlindungan kesejahteraan pekerja, hingga percepatan proyek strategis nasional.
BACA JUGA:
Airlangga berujar, RUU Cipta Kerja ini merupakan bagian dari langkah strategis pemerintah mewujudkan visi Indonesia yang berdaulat, maju, adil, dan makmur pada 2045. Sebab, secara umum RUU Cipta Kerja diusulkan untuk melakukan transformasi di bidang ekonomi.
"Terdapat 11 klaster. Transformasi yang dilakukan di bidang ekonomi adalah masalah fundamental yang terkait dengan obesitas regulasi terkait dengan perbaikan daya saing, kemudain terkait dengan angka kerja, kemudian terkait dengan kemudahan berusaha, terkait dengan UMKM dan kepastian hukum," tuturnya.
Berikut sebelas klaster pembahasan RUU Cipta Kerja:
1. Penyederhanaan Perizinan (52 UU, 1.042 pasal)
2. Persyaratan Investasi (4 UU, 9 pasal)
3. Ketenagakerjaan (3 UU, 63 pasal)
4. Kemudahan, Pemberdayaan, dan Perlindungan UMKM dan Perkoperasian (3 UU, 6 pasal)
5. Kemudahan Berusaha (9 UU, 20 pasal)
6. Dukungan Riset dan Inovasi (1 UU, 1 pasal)
7. Administrasi Pemerintahan (2 UU, 11 pasal)
8. Pengenaan Sanksi (norma baru)
9. Pengadaan Lahan (2 UU, 14 pasal)
10. Investasi dan Proyek Strategis Nasional (norma baru)
11. Kawasan Ekonomi (3 UU, 37 pasal).
Fraksi PDIP Minta Klaster Ketenagakerjaan Dipisahkan
Di dalam rapat, Fraksi PDIP DPR RI menuntut agar pemerintah merevisi draf RUU Cipta Kerja yang disusun dengan metode Omnibus Law. Salah satunya yakni mengeluarkan klaster ketenagakerjaan dari RUU Cipta Kerja lantaran besarnya penolakan dari buruh.
Anggota Fraksi PDIP yang juga Wakil Ketua Badan Legislasi DPR, Rieke Diah Pitaloka mengatakan, urusan ketenagakerjaan adalah hilir dari sektor usaha sehingga pembahasannya bisa dilakukan secara terpisah dan komprehensif di lain waktu. Terlebih, kondisi pandemi COVID-19 telah mengakibatkan banyak pabrik yang tutup dan buruh di PHK.
"Untuk mengurangi tadi yang namanya tanggapan dari publik khususnya ketenagakerjaan, ada baiknya klaster soal ketenagakerjaan dipisah saja," tutur Rieke.
Seperti diketahui, dalam draf RUU Cipta Kerja, klaster ketenagakerjaan terdiri dari 63 pasal dan akan berdampak pada 3 undang-undang yang sudah ada. Klaster ini adalah salah satu yang menuai banyak penolakan karena isinya banyak yang merugikan kelas pekerja.