Pandemi COVID-19 Lebih Penting Dibahas di DPR Ketimbang Omnibus Law
Gedung DPR (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mendesak DPR RI melakukan pembatalan pembahasan Rancangan Undang Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja di tengah pandemi virus corona atau COVID-19. Selain itu, ada lima desakan lain yang juga disampaikan oleh YLBHI melalui ketua mereka, Asfinawati.

"Kami menuntut DPR untuk membatalkan pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang mengancam masyarakat miskin dalam menghadapi pandemi COVID-19," kata Asfinawati dalam keterangan tertulisnya, Senin, 30 Maret.

Ketimbang membahas RUU Omnibus Law Cipta Kerja, DPR harusnya fokus dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap pemerintah dalam menangani penyebaran virus corona di Indonesia. Selain itu, para legislator harus memastikan masyarakat mendapatkan hak mereka dalam menghadapi situasi seperti ini.

"(DPR harus) memastikan tanggung jawab negara untuk menyediakan segala kebutuhan rakyat dalam menghadapi pandemi COVID-19, termasuk menyediakan pangan, air, sanitasi dan bantuan finansial bagi rakyat miskin," tegas Asfinawati.

Fungsi perlindungan masyarakat dari kerentanan dalam menghadapi pandemi ini juga harus dijalankan. Termasuk menjamin kesehatan dan keselamatan kerja (K3) terhadap pekerja, penghentian penggusuran paksa dalam konflik agraria untuk mencegah masyarakat rentan dengan ancaman virus yang berasal dari Kota Wuhan, China tersebut.

Selanjutnya, bersama pemerintah, DPR harus bisa membahas realokasi APBN di berbagai sektor untuk penanganan dan pengendalian COVID-19. Asfinawati menilai, banyak sektor dalam APBN yang bisa dipotong dan dialihkan ke program jaminan kesehatan.

"(DPR) bersama pemerintah memotong dan merelokasi pos APBN demi menjamin kesehatan dan keselamatan rakyat. Termasuk memotong pos untuk gaji dan tunjangan anggota DPR dan direksi BUMN untuk menyediakan APD bagi tenaga medis dan masyarakat miskin," ungkapnya.

Asfinawati juga meminta DPR memastikan informasi yang diberikan pemerintah kepada publik dilakukan secara jelas, akurat, tepat waktu, konsisten dengan prinsip hak asasi manusia (HAM) dan tidak diskriminatif.

"(DPR) Mendorong pemerintah mengambil langkah untuk mengurangi dampak gender dan memastikan bahwa penanganan COVID-19 tidak melanggengkan ketidakadilan gender," ujar dia.

Koordinator Kampanye WALHI, Edo Rakhman juga meminta DPR bisa menghentikan pembahasan Omnibus Law di tengah penyebaran karena banyaknya pengambil kebijakan yang tengah berkonsentrasi menanggulangi virus corona di Indonesia.

"Bukan hanya saja publik yang berfokus pada penanggulangan COVID-19, tetapi juga banyak pengambil kebijakan terkait juga sedang memfokuskan semua sumber dayanya untuk penanggulangan COVID-19," kata Edo.

Jika pembahasan dipaksakan, dia meyakini akan memberikan kekhawatiran di tengah publik. Selain itu, anggota dewan sebaiknya lebih memperhatikan jutaan pekerja informal dan buruh yang berhadapan dengan situasi kompleks akibat penyebaran virus tersebut. 

"Dipaksakannya pembukaan sidang DPR pada kondisi saat ini, memberikan kekhawatiran terhadap publik akan dipaksakannya pembahasan Omnibus Law RUU Cilaka (RUU Cipta Kerja)," ungkapnya.

Walau banyak desakan agar RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini tidak dilanjutkan selama pandemi COVID-19, namun Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan rancangan perundangan ini tetap akan dibahas sesuai dengan mekanisme yang berlaku di lembaga parlemen.

"Urusan Omnibus Law tentu saja akan kita bahas sesuai dengan mekanismenya," kata Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 30 Maret.

Ketua DPP PDI Perjuangan ini mengatakan, DPR memprioritaskan pengawasan terhadap penanganan COVID-19 di Indonesia pada masa sidang ini. Apalagi, virus ini telah berdampak masif pada bidan sosial dan ekonomi. Hanya saja, selain melakukan kerja pengawasan, Puan juga mengingatkan jika DPR punya tugas lain di bidang legislasi dan anggaran.

Sedangkan menurut Fraksi NasDem, pembahasan soal RUU Omnibus Law Cipta Kerja dan RUU Omnibus Law Perpajakan harus segera dilaksanakan. Hal ini sesuai dengan surat presiden terkait rancangan itu yang sudah diserahkan pada DPR RI.

"Kalau pimpinan sudah menelaah dan mengkaji terkait dengan surat presiden terkait dengan omnibus law baik Cipta Kerja maupun Perpajakan, mungkin itu akan jauh lebih baik kalau misalnya mulai dibahas apakah dikasih ke fraksi-fraksi, komisi, dan sebagainya," kata Sekretaris Fraksi Nasdem DPR RI Saan Mustopa.

Apalagi, menurutnya pandemi COVID-19 akan menimbulkan dampak bagi dunia ekonomi. Sehingga, RUU Cipta Kerja atau RUU Perpajakan penting untuk memulihkan kondisi ekonomi setelah pandemi usai.

"Untuk mengantisipasi usai COVID-19 kita perlu recovery secara cepat," jelas Wakil Ketua Komisi II DPR RI ini.

Meski menyebut pembahasan Omnibus Law akan segera dilaksanakan, namun dalam pidato pembukaan masa sidang, Puan mengatakan hanya ada empat Rancangan Undang Undang yang jadi fokus dalam masa sidang ini.

Empat rancangan perundangan tersebut adalah RUU Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) yang merupakan RUU carry over dari anggota DPR RI periode 2014-2019 dan RUU tentang Perlindungan Data Pribadi.

Selanjutnya, RUU tentang Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Swedia tentang Kerja Sama dalam Bidang Pertahanan dan RUU tentang Daerah Kepulauan usulan DPD RI.