Empat Poin Kesepahaman RUU Cipta Kerja antara DPR dan Serikat Buruh, Apa Saja?
Gedung DPR RI. (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Tim perumus Omnibus Law Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja dan serikat buruh menghasilkan empat poin kesepahaman dalam menyikapi RUU tersebut. Khususnya terkait dengan klaster ketenagakerjaan.

Kesepahaman ini berdasarkan rapat yang dilakukan pada 20-21 Agustus. Salah satu poinnya adalah fraksi-fraksi yang terlibat di Panitia Kerja (Panja) RUU Cipta Kerja akan memasukkan poin-poin substansi dari serikat buruh/pekerja dalam daftar inventarisasi masalah (DIM).

Wakil ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, berkenaan dengan hubungan ketenagakerjaan yang lebih adaptif terhadap perkembangan industri maka pengaturannya dapat dimasukan di dalam RUU Cipta Kerja dan terbuka terhadap masukan publik.

Berikutnya, tim perumus sepaham bahwa sanksi pidana ketenagakerjaan dikembalikan sesuai dengan UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003.

"Berkenaan dengan sanksi pidana ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja dikembalikan sesuai ketentuan UU ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, dengan proses yang dipertimbangkan secara saksama," katanya, dalam konferensi pers, di Hotel Mulia, Jakarta, Jumat, 21 Agustus.

Dasco berharap, semua yang sudah diumumkan dan sudah disepakati di sini dapat diimplementasikan ke dalam RUU Cipta Kerja yang akan dibahas oleh DPR dalam waktu dekat.

Dalam kesempatan yang sama, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, serikat akan terus memantau pembahasan RUU Cipta Kerja, khususnya klaster ketenagakerjaan. Ia berharap aspirasi dari serikat yang terlibat di tim perumus betul-betul diperhatikan.

"Bagi kami DPR sudah bekerja menampung aspirasi rakyat. Tentang hasil kami akan ikuti terus dengan sungguh-sungguh, karena bagi kami hasil juga penting. Tapi setidak-tidaknya proses untuk menampung, bahan inisiasi tim perumus ini diinisiasi Pak Willy (Wakil Ketua Baleg Willy Aditya), tim besarnya inisiasi Pak Dasco, kami mengapresiasi," katanya.

Lebih lanjut, Said Iqbal mengatakan, tim perumus dan serikat buruh sudah menghasilkan beberapa kesepahaman. Namun, belum dikatakan kesepakatan, karena nantinya akan terus berproses.

"Klaster ketenagakerjaan adalah klaster perlindungan buruh seluruh Indonesia. Angkatan kerja yang akan masuk pasar kerja juga akan terlindungi dalam klaster ketenagakerjaan. Bila mungkin klaster ketenagakerjaan itu dihilangkan dari RUU Cipta Kerja, bila lah mungkin dibahas dalam revisi UU terkait dan hal lain yang bisa didiskusikan," tuturnya.

Adapun rincian empat poin kesepahaman tim perumus DPR dan serikat buruh yakni:

DPR dan konfederasi serikat pekerja/buruh dalam tim perumusan klaster ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja menghasilkan kesepahaman:

1. Berkenaan dengan materi muatan Klaster Ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja yang sudah terdapat putusan Mahkamah Konstitusi, tentang:

a. perjanjian kerja waktu tertentu;

b. upah;

c. pesangon;

d. hubungan kerja;

e. PHK;

f. penyelesaian perselisihan hubungan industrial;

g. jaminan sosial;

h. dan materi muatan lain yang terkait dengan putusan MK; harus didasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi yang bersifat final dan mengikat

2. Berkenaan dengan sanksi pidana ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja dikembalikan sesuai ketentuan UU ketenagakerjaan No13 Tahun 2003, dengan proses yang dipertimbangkan secara saksama.

3. Berkenaan dengan hubungan ketenagakerjaan yang lebih adaptif terhadap perkembangan industri maka pengaturannya dapat dimasukan di dalam RUU Cipta Kerja dan terbuka terhadap masukan publik.

4. Fraksi-fraksi akan memasukan poin-poin materi substansi yang disampaikan serikat pekerja/serikat buruh kedalam Daftar Inventasis Masalah (DIM) Fraksi.