Bagikan:

 JAKARTA - Pengadilan Negeri (PN) Kota Bekasi Jawa Barat dinilai keliru ketika menerapkan aturan lembaga adat Batak dalihan natolu sebagai dalil dalam mengadili perkara perceraian. Hal ini dinilai bertentangan dengan Undang - Undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.

Menurut Raja Tahan Panjaitan, selaku kuasa hukum dari JS, salah seorang penggugat perkara perceraian, pihak PN Kota Bekasi sebelumnya telah menolak gugatan kliennya karena belum melalui (lembaga adat Batak dalihan natolu), sehingga hal ini dinilai sangat janggal.

"Saya kecewa dan hal ini sangat jelas bertentangan dengan undang -undang yang berlaku. Karena lembaga adat apakah lebih tinggi dari undang - undang," katanya kepada wartawan di Bekasi, Sabtu 6 November.

Oleh karena itu, Raja Tahan Panjaitan menyebut budaya atau adat Batak menganut prinsip seseorang yang telah menikah, tetapi belum melaksanakan acara adat atau membayar adat tidak bisa menuntut hak adat, ataupun sebaliknya, sehingga dimanakah dasar hukumnya lembaga adat menjadi acuan dalam perceraian.

"Ini sama saja mencederai hukum yang berlaku dan menyesatkan bagi para pencari keadilan," ucapnya.

Raja menjelaskan, lembaga adat Batak dalihan natolu dikenal bagi orang Batak untuk memposisikan hak dan kewajiban masing-masing para undangan dalam acara adat. Ia pun heran dengan adanya kaitan yang merujuk perceraian harus melalui lembaga adat oleh pengadilan negeri di Bekasi.