Dewan Pengawas KPK Beberkan Perkenalan Lili dengan M Syahrial Hingga Permintaan Dibantu Urus Perkara
JAKARTA - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar melanggar kode etik berat karena berhubungan langsung dengan Wali Kota Tanjungbalai, Sumut, nonaktif M Syahrial yang merupakan pihak berperkara.
Lalu bagaimana awal perkenalan Lili dan M Syahrial yang kini jadi tersangka kasus dugaan suap jual beli jabatan?
Anggota Majelis Sidang Etik Harjono mengatakan perkenalan keduanya terjadi pada Februari-Maret 2020. Saat itu, Lili bertemu dengan Syahrial di dalam pesawat dari Medan menuju Jakarta bahkan pernah berfoto bersama atau selfie.
"Syahrial lebih dulu menegur terperiksa dengan (menanyakan, red) 'Ibu Lili ya?'. Lalu terperiksa (Lili, red) menjawab 'kok tahu?'," ungkap Harjono dalam sidang yang ditayangkan secara daring, Senin, 30 Agustus.
Selanjutnya, Syahrial mengaku tahu Lili dari akun Instagram milik Ruri Prihatini Lubis yang merupakan adik ipar Lili.
Pembicaraan itu berlanjut ketika Syahrial memperkenalkan dirinya sebagai Wali Kota Tanjungbalai dan kembali terjadi saat turun dari pesawat. Saat itu, Lili sempat menanyakan perihal pembayaran uang pengabdian adik iparnya, yang bekerja di PDAM Tirta Kualo Tanjungbalai.
"Terperiksa menanyakan tentang permasalah uang jasa pengabdian Ruri yang dibayar dengan mengatakan, 'oh iya masalah tuh di sana. Kok kamu enggak bayar duit orangnya?'," kata Harjono menirukan pernyataan Lili saat itu.
"Lalu dijawab M Syahrial 'iya, bu. Maaf kami lagi kumpul duit dulu. Nanti saya beritahu Bu Rurinya'. Lalu terperiksa menanggapi, 'iya, itu dia sampai bikin surat kalian enggak jawab'," imbuhnya.
Setelah pembicaraan itu, Syahrial kemudian berinisiatif meminta nomor handphone Lili yang kemudian diberikannya.
Dari perjumpaan itu, Syahrial kemudian memanggil Plt Direktur Tirta Kualo Yudhi Gobel untuk menyampaikan pesan Lili dan minta agar urusan dipercepat karena dia tak enak. Setelah urusan beres, Syahrial kemudian menghubungi Lili.
Ada pun uang jasa tersebut dibayar dengan cicilan sebanyak tiga kali dengan jumlah seluruhnya Rp53.334.640.
"Selesai uang pengabdian dibayarkan syahrial kembali menginfokan ke terperiksa lewat WA, 'bu, sudah klir hak adik ibu dan akan diberikan oleh Direktur PDAM' dan dijawab 'terima kasih sukses selalu, adinda'," ujar Harjono.
Selanjutnya, komunikasi kembali terjadi pada Juli 2020. Ketika itu, Lili menghubungi M Syahrial karena namanya ada dalam berkas korupsi jual beli jabatan di Pemkot Tanjungbalai.
"Terperiksa menghubungi M Syahrial pada saat terperiksa melihat berkas jual beli jabatan atas nama saksi M Syahrial di atas mejanya dengan mengatakan 'ini ada namamu di mejaku, bikin malu, Rp200 juta masih kau ambil'. M syarial menjawab dengan mengatakan 'itu perkara lama bu tolong dibantulah'," kata Harjono.
"Lalu terperiksa menjawab 'banyak berdoalah kau'," tambahnya.
Baca juga:
- Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Terbukti Langgar Kode Etik, Disanksi Pemotongan Gaji 12 Bulan
- MAKI Anggap Keputusan Dewas KPK Terhadap Lili Pintauli Siregar Tidak Tegas
- 15 Juta Vaksin Sinovac dan AstraZeneca Datang Lagi Hari Ini
- Gubernur Viktor Ikut Kerumunan, Satgas COVID-19 Ingatkan NTT Masih Masuk PPKM Level 4
Hanya saja, pada 2020 lalu, Sekretaris Pimpinan dan Pimpinan KPK selain Lili ternyata tak pernah menerima ataupun membaca berkas atau catatan lain terkait kasus jual beli jabatan yang menjerat M Syahrial.
Selanjutnya, pada Oktober 2020, M Syahrial kembali menghubungi Lili dan memintanya agar membantu penanganan kasus dugaan korupsi. Adapun komunikasi ini dilakukan setelah penyidik melakukan penggeledahan di Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara.
Dalam komunikasi itulah Lili kemudian meminta Syahrial menghubungi Arif Aceh, seorang pengacara dari Medan.
"Terperiksa menyarankan agar Syahrial menghubungi seorang pengacara di Medan dengan mengatakan, 'ya udah ini nomor Arif Aceh, komunikasilah dengan dia'," ujar Harjono.
Meski begitu, Sprindik yang mentepakan Syahrial sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap jual beli jabatan tetap terbit pada 15 April lalu. Surat ini terbit dengan nomor sprin.dik/28/DIK00/01/04/2021.