JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak menghadirkan salah satu pimpinannya, Lili Pintauli Siregar di sidang mantan penyidik mereka, Stepanus Robin Pattuju. Desakan itu muncul setelah nama Lili muncul disebutkan oleh seorang saksi yang juga pihak berkasus di komisi antirasuah yaitu mantan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial.
Persidangan Stepanus Robin di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Senin, 11 Oktober kemarin kembali menjadi sorotan. Penyebabnya, M Syahrial yang memberi suap pada mantan penyidik KPK itu mengaku pernah meminta bantuan Lili Pintauli.
"Saya pernah minta tolong, tapi saat itu saya belum pernah bicara, beliau (Lili Pintauli) yang menyampaikan ada masalah di KPK, terus saya katakan 'Itu kasus lama Bu, tahun 2019', kemudian dijawab 'banyak-banyak berdoalah'," kata Syahrial saat bersaksi melalui konferensi video dari Rumah Tahanan kelas I Medan.
Tak sampai di situ, nama Lili kembali disebut dan kali ini terjadi saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) milik Syahrial.
"Dalam BAP 41 saudara mengatakan 'Setelah itu saya tidak komunikasi lagi dengan Bu Lili, baru komunikasi lagi pada Juli 2020 saat saya sedang keluar 3 hari untuk jamaah tabligh dan saya sedang cuti pilkada. Bu Lili menyampaikan ada nama saya di berkas di mejanya, saya sampaikan itu perkara lama dari 2019. Bu Lili sampaikan agar saya banyak-banyak berdoa dan saya memohon petunjuk, kemudian saya sampaikan mohon dibantu. Bu Lili mengatakan tidak bisa dibantu karena sudah keputusan pimpinan lalu saya mengiyakan', apakah keterangan ini benar?" tanya JPU KPK Lie Putra Setiawan.
"Benar," jawab Syahrial.
BACA JUGA:
Setelah Syahrial memohon petunjuk dari Lili, Lili lalu memberikan nama Arief Aceh kepada Syahrial. "Malam hari saya masih belum memutuskan antara apakah lewat Pak Robin atau Bu Lili (untuk mengurus perkara), saya mohon petunjuk kepada Bu Lili akhirnya dikasih nama Arief Aceh, dia itu pengacara," ungkap Syahrial.
Meski begitu, Syahrial lebih memilih Stepanus untuk mengurusi kasus dugaan suap jual beli jabatan yang menjeratnya ketimbang menghubungi Arief Aceh. Adapun perkenalan antara Syahrial dan Stepanus terjadi karena campur tangan mantan Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin.
Keterangan inilah yang membuat Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak agar Lili dihadirkan ke persidangan Stepanus sebagai saksi agar dugaan ini menjadi terang.
"ICW mendorong agar Komisioner KPK Lili Pintauli Siregar dihadirkan sebagai saksi di persidangan suap terkait penanganan perkara di Tanjungbalai," katanya.
Apalagi, nama Lili Pintauli bukan hanya baru sekali disampaikan di persidangan. Selain M Syahrial, Sekretaris Daerah Tanjungbalai Yusmada yang dihadirkan sebagai saksi dan Stepanus Robin Pattuju yang duduk sebagai terdakwa pernah menyebut namanya dalam keterangan yang disampaikan.
Selain itu, Kurnia meminta KPK segera menerbitkan surat perintah penyelidikan. Hal ini penting untuk mengusut adanya dugaan tindak pidana lain selain pelanggaran UU KPK dibalik komunikasi yang dilakukan Lili dan Syahrial.
"Tindakan ini penting dilakukan untuk semakin memperjelas peran-peran Lili dalam sengkarut perkara tersebut," tegas Kurnia.
"Dalam hal lain, komunikasi Lili dengan Syahrial ini semakin menandakan bahwa integritas Pimpinan KPK sudah berada pada level darurat stadium empat. Sebab, tidak hanya Lili, namun Firli Bahuri yang notabene menjabat sebagai Ketua KPK juga terbukti dua kali melanggar kode etik," imbuh pegiat antikorupsi tersebut.
Adapun terkait dugaan komunikasi antara Lili dan Syahrial ini telah terbukti dalam sidang etik yang dilakukan Dewan Pengawas KPK. Atas tindakan yang dilakukan Lili, Tumpak Hatorangan dkk akhirnya menjatuhkan sanksi berat berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan.
Diberitakan sebelumnya, Stepanus Robin yang jadi makelar kasus di KPK didakwa menerima pemberian uang dari berbagai pihak termasuk Azis Syamsuddin dengan jumlah Rp11 miliar dan 36 ribu dolar Amerika Serikat.
Dalam melakukan aksinya, Stepanus dibantu dengan pengacara Maskur Husain dan mereka bekerja sejak Juli 2020 hingga April tahun ini. Penerimaan uang yang dilakukan keduanya terjadi di sejumlah tempat dan berkaitan dengan sejumlah kasus.
Pertama, suap yang diterima Stepanus diduga berasal dari kasus jual beli jabatan di Tanjungbalai. Uang tersebut diberikan Wali Kota Tanjungbalai nonaktif M Syahrial dengan nilai mencapai Rp1,695 miliar.
Berikutnya, Stepanus diduga menerima uang dari Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin dan pihak swasta bernama Aliza Gunadi. Kedua orang itu memberi uang sebesar Rp3,09 miliar dan 36 ribu dolar Amerika Serikat.
Ketiga, dia diduga menerima uang sebesar Rp507,39 juta dari Wali Kota nonaktif Cimahi Ajay Muhammad Priatna. Uang ini berkaitan dengan kasus penerimaan gratifikasi Rumah Sakit Bunda di Cimahi, Jawa Barat.
Keempat, Stepanus diduga menerima uang dari Direktur Utama PT Tenjo Jaya Usman Effendi sebesar Rp525 juta. Terakhir, ia diduga menerima uang sebesar Rp5,17 miliar dari mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasar yang terjerat kasus gratifikasi dan pencucian uang di KPK.