Cegah Penyebaran COVID-19 di Penjara: Rezim Militer Myanmar akan Membebaskan Tahanan, Kecuali...

JAKARTA - Guna mencegah merebaknya kasus infeksi COVID-19, di tengah lonjakan kasus infeksi di Myanmar, rezim militer berencana untuk membebas tahanan yang berada di bawah sistem hukum negara tersebut.

Narapidana yang didakwa melakukan tindak pidana sebelum kudeta 1 Februari, akan segera dibebaskan dari tahanan, seperti diumumkan oleh rezim militer Myanmar Rabu 21 Juli kemarin.

Dalam pengumumannya, rezim militer menyebut semua kasus pidana terhadap mereka yang menghadapi persidangan atas 11 tuduhan berbeda, termasuk perjudian, pelanggaran terkait narkoba, dan prostitusi, akan dibatalkan.

Rezim tersebut mengutip tunggakan sidang pengadilan karena pembatasan COVID-19 sebagai alasan langkah tersebut, yang muncul di tengah meningkatnya kekhawatiran tentang penyebaran penyakit di penjara-penjara yang penuh sesak di negara itu.

Warga berkerumun di depan gerbang penjara di Yangon, Myanmar. (Twitter/@Bago's Spring Revolution)

Tidak jelas berapa banyak tahanan yang akan dibebaskan berdasarkan perintah tersebut. Tidak ada pembebasan yang dilakukan pada Rabu malam, menurut otoritas penjara.

"Kami hanya bisa membebaskan mereka jika (rezim) menolak tuduhan itu. Ketika mereka melakukannya, kami dapat segera membebaskan merekam" kata seorang petugas penjara yang dihubungi oleh Myanmar Now, seperti dikutip Kamis 22 Juli.

Dia menambahkan, pengadilan kemungkinan masih memeriksa daftar tahanan untuk menentukan siapa yang memenuhi syarat untuk dibebaskan.

"Kami hanya bisa melepaskan mereka ketika kami mendapatkan perintah rilis. Karena para tahanan (yang akan dibebaskan) bukan narapidana tetap, kami belum mengetahui jumlah pastinya," urai petugas tersebut.

Ilustrasi polisi Myanmar (Wikimedia Commons/OneNews)

Namun, jelas bahwa perintah itu tidak berlaku bagi penentang rezim yang telah ditahan sejak militer merebut kekuasaan. Merujuk pada dakwaan sebelum 1 Februari, besar kemungkinan ribuan orang yang ditahan lantaran menentang kudeta militer, termasuk para tokoh politik dan aktivis, akan tetap berada di dalam tahanan.

"Jika mereka khawatir narapidana terkena COVID-19, bukankah mereka harus membebaskan semua orang? Pelacur dan pecandu narkoba bukan satu-satunya yang terkena dampak pandemi," kritik Khin Maung Zaw, pengacara yang merupakan bagian dari tim pembela untuk para pemimpin pemerintah sipil Myanmar yang digulingkan.

Di lain pihak, pembebasa ini diikuti kekhawatiran sejumlah pihak jika, tindakan tersebut akan diikuti dengan peningkatan penangkapan yang menargetkan para penentang aturan rezim militer Myanmar. Cara untuk mengosongkan penjara.

"Itu membuat saya berpikir mereka menciptakan lebih banyak ruang di dalam penjara, sehingga dapat menahan lebih banyak aktivis politik yang menentang mereka," tutur seorang pejabat Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) yang meminta untuk tidak disebutkan namanya.

Sebelumnya, rezim telah membebaskan sejumlah besar tahanan sejak merebut kekuasaan. Pada 12 Februari, rezim mengumumkan amnesti massal lebih dari 23.000 tahanan dan pada April, membebaskan jumlah yang sama untuk menandai dimulainya Tahun Baru Buddhis.

Ilustrasi bentrokan pengunjuk rasa dengan aparat keamanan Myanmar (Wikimedia Commons/VOA News)

Pembebasan Februari bertepatan dengan dimulainya protes massal terhadap pengambilalihan militer dan dilihat oleh banyak orang sebagai upaya untuk menciptakan kekacauan, karena banyak tahanan dibebaskan di tengah malam di daerah pemukiman.

Belum lama ini, rezim militer Myanmar mengklaim hanya enam narapidana di Penjara Insein, pusat penahanan terbesar di Negeri Seribu Pagoda yang terjangkit COVID-19 sejak dimulainya gelombang ketiga pandemi pada awal Juli, sementara total 375 kasus telah terdeteksi dalam sistem penjara negara selama periode yang sama.

Di antara tahanan yang terinfeksi adalah Nyan Win, seorang anggota eksekutif partai berkuasa yang digulingkan, Liga Nasional untuk Demokrasi, yang meninggal pada Selasa pagi setelah dipindahkan dari penjara Insein ke Rumah Sakit Umum Yangon.

Untuk diketahui, data AAPP menyebut lebih dari 5.300 dari mereka yang ditahan karena kegiatan anti-kudeta masih ditahan di penjara-penjara Myanmar.

Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.