JAKARTA - Polisi Hong Kong kembali menangkapi aktivis pro demokrasi. Kali ini 53 orang ditangkap karena diduga melanggar Undang-Undang Keamanan Baru.
Melansir Reuters, Rabu, 6 Januari, Sekretaris Keamanan Hong Kong John Lee mengatakan para aktivis tersebut ditangkap karena berencana melakukan aksi 'menggulingkan' pemerintah. "Kelompok tersebut berencana menyebabkan kerusakan serius. Pihak berwenang tidak akan mentolerir tindakan subversif apapun," kata Lee.
Para aktivis yang ditangkap oleh Kepolisian Hong Kong, antara lain James To, Lam Cheuk-ting, Benny Tai hingga Lester Shum. Penangkapan ini disebut yang terbesar sejak Undang-Undang Keamanan baru diberlakukan pada Juni 2020 lalu.
Pihak Kepolisian Hong Kong sendiri belum memberikan keterangan resmi soal jumlah dan alasan para aktivis itu ditangkap. Namun sejumlah tokoh oposisi menduga penangkapan ini terkait pemilu pendahuluan tak resmi yang digelar partai-partai pro demokrasi pada Juli 2020 lalu.
Pemilu yang diikuti sekitar 600 ribu pemilih tersebut bertujuan memilih kandidat yang akan ikut dalam Pemilu Legislatif Hong Kong. Dari 70 kursi Parlemen Hong Kong, pihak oposisi menargetkan meraih 35 kursi.
BACA JUGA:
Sedianya, Pemilu Legislatif Hong Kong akan digelar pada September lalu. Namun pihak berwenang menundanya dengan dalih pandemi virus corona.
"Penindasan kebebasan politik dan kebebasan berbicara oleh hukum keamanan nasional telah meningkat ke tingkat lain," kata Nathan Law, aktivis pro demokrasi yang melarikan diri ke Inggris.