Alasan Penangkapan 53 Aktivis Pro Demokrasi Hong Kong yang Libatkan Seribu Polisi
Ilustrasi unjuk rasa pro demokrasi di Hong Kong (Josep Chan/Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Polisi Hong Kong kembali menangkapi aktivis demokrasi. Kali ini, sebanyak 53 aktivis demokrasi ditangkap. Mereka dicurigai melanggar Undang-Undang Keamanan baru, Rabu 6 Januari.

Melansir Reuters, Sekretaris Keamanan Hong Kong John Lee mengatakan, para aktivis tersebut ditangkap karena berencana untuk melakukan aksi dan 'menggulingkan' pemerintah.

"Operasi hari ini menargetkan elemen aktif yang dicurigai terlibat dalam kejahatan penggulingan, atau campur tangan serius untuk menghancurkan pelaksanaan tugas resmi Pemerintah Hong Kong. Kami tidak akan mentolerir tindakan subversif apapun," tegas Lee.

Penangkapan dilakukan Rabu pagi di 72 tempat berbeda. Ini merupakan penangkapan terbesar sejak pemberlakukan Undang-Undang Keamanan baru pada Juni 2020 lalu. 

Sebanyak 1.000 polisi disebut ambil bagian dalam penangkapan tersebut. Para aktivis yang ditangkap oleh Kepolisian Hong Kong antara lain, James To, Lam Cheuk-ting, Benny Tai hingga Lester Shum. 

Sejumlah tokoh oposisi menduga penangkapan ini terkait Pemilu pendahuluan tidak resmi yang digelar partai-partai pro demokrasi pada Juli 2020 lalu. 

Pemilu yang diikuti sekitar 600 ribu pemilih tersebut, bertujuan untuk memilih kandidat yang akan ikut dalam Pemilu Legislatif Hong Kong. Dari 70 kursi Parlemen Hong Kong, pihak oposisi menargetkan meraih 35 kursi. 

Sedianya, Pemilu Legislatif Hong Kong akan digelar pada September lalu. Namun pihak berwenang menundanya dengan dalih pandemi virus corona.