Presiden Korsel Park Geun-hye Dimakzulkan dalam Memori Hari Ini, 10 Maret 2017

JAKARTA – Memori hari ini, tujuh tahun yang lalu, 10 Maret 2017, Mahkamah Konstitusi Korea Selatan (Korsel) memutuskan untuk memakzulkan Park Geun-hye dari jabatannya sebagai orang nomor satu Negeri Ginseng. Presiden Korsel itu dianggap terbukti melakukan tindakan tak terpuji, dari pemerasan dan korupsi.

Sebelumnya, Park Geun-hye bukan orang baru dalam dunia politik Korsel. Ia dikenal luas sebagai anak dari Presiden Korsel ke-3, Park Chung-hee. Karisma ayahnya kemudian menular. Park Geun-hye jadi Presiden wanita pertama Korsel.

Boleh jadi kepemimpinan Park Chung-hee sebagai presiden era 1962-1979 membawa dilema besar bagi seisi Korsel. Sosok itu mempu membuat pertumbuhan ekonomi Korsel melejit. Pembangunan dilakukan di mana-mana, dari kota hingga desa.

Masalah muncul. Kepemimpinan Park Chung-hee terkenal otoriter. Park Chung-hee doyan membungkam kritik mahasiswa. Mereka yang mengkritik akan diburu dan diculik. Namun, fakta itu tak memengaruhi gelarnya sebagai presiden terbaik yang pernah memimpin Korsel.

Fakta itu tersaji kala Park Chung-hee meninggal dunia karena dibunuh pada 1979. Seisi Korsel berduka. Kematiannya kemudian mengakhiri 17 tahun kuasanya memimpin Korsel. Nyatanya, penerus Park Chung-hee tiada yang mampu melewati prestasinya membangun Korsel.

Presiden Korsel, Park Geun-hye dalam kunjungan ke India pada 2016. (Wikimedia Commons)

Kondisi itu membuat Rakyat Korsel rindu akan sosoknya. Alih-alih terus berkhayal Park Chung-hee hidup kembali, segenap rakyat Korsel pun perlahan-lahan mengalihkan dukungan kepada anak Park Chung-hee, Park Geun-hye.

Sosok itu pernah dianggap bak juru selamat Korsel menuju kegemilangan. Sosok wanita itu dianggap jawaban dari sederet permasalahan Korsel. Antara lain meningkatnya angka pengangguran, ketimpangan pendapatan pria-wanita, turunnya angka kelahiran, dan mengatur peran perusahaan besar di Korsel.

Kondisi itu membuatnya unggul dalam Pemilu 2012. Ia pun secara resmi menjadi Presiden Korsel yang baru 2013.

“Jika terpilih sebagai presiden mengalahkan Moon Jae-in dari Partai Uni Demokratik, perempuan 60 tahun itu akan menghadapi segudang tantangan, baik dari sektor politik maupun ekonomi. Misalkan, perseteruan dengan musuh bebuyutan Korea Utara, meningkatnya angka pengangguran, turunnya angka kelahiran, serta peran perusahaan-perusahaan besar dalam kancah politik Korea Selatan.”

“Namun, tantangan terbesar Geun-hye adalah ketimpangan perlakuan terhadap perempuan Korsel. Forum Ekonomi Dunia melansir dalam laporan awal tahun ini bahwa Korsel ternyata menempati posisi ke-108 dari 135 negara di dunia dalam kesetaraan gender. Posisi Korsel satu peringkat di bawah Uni Emirat Arab dan setingkat di atas Kuwait,” terang Sita Planasari Aquadini dalam tulisannya di koran Tempo berjudul Park Geun-Hye Mencatat Sejarah (2012).

Presiden Korsel, Park Geun-hye dalam kunjugan ke Amerika Serikat pada 2013. (Wikimedia Commons)

Kehadiran Park Geun-hye sebagai presiden wanita Korsel mulanya mengundang puja-puji. Ia dianggap mampu membereskan segala macam masalah yang ada di Korsel. Nyatanya jauh panggang dari api. Ia terlibat dalam ragam skandal.

Ia dianggap membiarkan teman dekatnya, Choi Soon-sil ikut campur urusan negara. Choi pun memanfaatkan itu untuk memeras perusahaan raksasa di Korsel. Ajian itu membuat dana sekitar 70 juta dolar AS masuk ke yayasan Nirlaba milik Choi. 

Kedekatan itu juga dimanfaatkan Choi mampu mengakses segala macam rahasia negara. Apalagi, Choi dapat mengakses pidato, bahkan mengubah pidato. Rakyat Korsel pun berang. Kecintaan berubah jadi kebencian. Park Geun-hye dianggap hina karena terlibat dalam pemerasan dan korupsi.

Rencana pemakzulan Park Geun-hye berhembus di parlemen Korsel. Jejak pendapat pun digelar pada akhir 2016. Hasilnya, 234 dari 300 anggota Majelis Nasional memilih untuk memakzulkan Park Geun-hye.

Keputusan itu ditindaklanjuti oleh Mahkamah Konstitusi. Lembaga itu baru benar-benar memakzulkan Park Geun-hye pada 10 Maret 2017. Keputusan itu jadi bukti bahwa Park Geun-hye melanggar konstitusi dan hukum Korsel.

“Ketua Mahkamah Agung, Lee Jung-mi, mulai membacakan putusan tidak lama setelah pukul 11 ​​​​pagi. Tindakan presiden tersebut sangat merusak semangat demokrasi dan supremasi hukum. Presiden Park Geun-hye telah diberhentikan. Tindakannya mengkhianati kepercayaan masyarakat. Ini merupakan pelanggaran hukum berat yang tidak dapat ditoleransi,” ujar Justin McCurry dalam tulisannya di laman The Guardian berjudul Park Geun-hye: South Korean Court Removes President Over Scandal (2017).