JAKARTA - Presiden Korea Selatan yang dimakzulkan Yoon Suk-yeol belum tentu lengser dari jabatannya, dengan Mahkamah Konstitusi negara itu memiliki waktu 180 hari untuk melakukan peninjauan terhadap pemakzulan yang disepakati parlemen.
Majelis Nasional dengan suara mayoritas memberikan suara untuk mendukung pemakzulan terhadap Presiden Yoon terkait dengan pengumuman darurat militer pada 3 Desember lalu.
Total 300 suara masuk dalam pemungutan suara terkait pemakzulan, dengan 204 mendukung, 85 menentang, 3 abstain dan 8 suara tidak sah, dikutip dari The Korea Times 16 Desember.
Itu sudah memenuhi ketentuan yang berlaku, di mana pemakzulan harus diusulkan oleh minimal 151 anggota parlemen dan disetujui oleh minimal 200 anggota parlemen.
Setelahnya, Yoon ditangguhkan dari tugas sebagai presiden saat pemakzulan ini diajukan ke Mahkamah Konstitusi untuk dilakukan peninjauan.
Sebagai pengganti Yoon, Perdana Menteri Han Duck-soo akan menjabat sebagai penjabat presiden.
Berdasarkan undang-undang yang berlaku, Mahkamah Konstitusi memiliki waktu 180 hari untuk melakukan peninjauan, apakah akan menerima pemakzulan Yoon atau tidak.
Sebagai perbandingan, mahkamah membuat keputusan untuk memakzulkan Presiden Park Geun-hye pada 10 Maret 2017, 91 hari setelah Majelis memberikan suara untuk menggulingkannya.
Yang menjadi sorotan, saat ini Mahkamah Konstitusi Korea Selatan hanya memiliki enam hakim, setelah tiga hakim pensiun pada Bulan Oktober.
Berdasarkan klausul undang-undang Mahkamah Konstitusi, suatu kasus dapat ditinjau kembali jika setidaknya tujuh hakim hadir.
Namun, Ketua Komisi Komunikasi Korea Lee Jin-sook, yang dimakzulkan oleh parlemen pada Bulan September, mengajukan putusan untuk menangguhkan klausul tersebut, sehingga, pengadilan dapat terus meninjau kasus pemakzulannya.
Pengadilan mengabulkan putusan tersebut, menangguhkan sementara klausul tersebut dan mengizinkan peninjauan ulang atas kasusnya dan kasus-kasus lainnya.
Alhasil, pengadilan secara teknis dapat meninjau kasus pemakzulan Yoon.
Undang-undang tersebut juga menetapkan, setidaknya enam hakim harus menyetujui pemakzulan agar dapat berlaku, yang berarti usulan Majelis untuk melengserkan Yoon dapat divalidasi jika keenam hakim setuju dengan suara bulat.
Namun, keputusan yang diambil hanya oleh enam hakim dapat menghadapi masalah legitimasi, karena beratnya masalah tersebut.
Dalam kasus pemakzulan Presiden Roh Moo-hyun tahun 2004, kesembilan posisi hakim terisi, dan dalam kasus Presiden Park Geun-hye tahun 2017, pengadilan terdiri dari delapan hakim.
Dikatakan, situasi saat ini bisa menimbulkan penentangan, menyebabkan meningkatnya seruan untuk memprioritaskan pengisian lowongan hakim agung.
Belum lama ini, oposisi utama Partai Demokrat Korea merekomendasikan dua kandidat hakim agung, sementara Partai Kekuatan Rakyat yang berkuasa mengusulkan satu. Jika Majelis melakukan sidang konfirmasi dan menyetujui nominasi, lowongan tersebut dapat segera diisi.
Namun, lantaran persetujuan soal hakim berada di tangan presiden dan Yoon tengah ditangguhkan, siapa yang berwenang melakukan persetujuan menjadi pertanyaan.
Sejumlah pihak berpendapat Perdana Menteri Han Duck-soo, yang saat ini bertindak sebagai presiden, berwenang untuk menunjuk hakim baru.
Namun, pihak oposisi juga berupaya untuk memakzulkan Han, dengan alasan ia bertanggung jawab atas kegagalan darurat militer, karena ia menghadiri rapat kabinet sebelum Yoon mengumumkan darurat militer.
Pun demikian Han terhindar dari pemakzulan, tidak pasti apakah ia akan menggunakan kewenangan kepresidenannya untuk menunjuk hakim yang baru.
Selama peninjauan pemakzulan Park tahun 2017, Presiden sementara Hwang Kyo-ahn menahan diri untuk tidak menunjuk hakim mengisi kekosongan tersebut.
另请阅读:
Setelah pemungutan suara Majelis, Presiden sementara pengadilan Moon Hyung-bae berkata, "Kami akan melakukan peninjauan yang cepat dan adil."
Rencananya, mahkamah akan mengadakan pertemuan pada Hari Senin dan memutuskan hakim yang akan menangani kasus tersebut.
Jika mahkamah membatalkan pemakzulan yang diajukan parlemen, Yoon akan kembali ke posisi dan melanjutkan tugas kepresidenan.
Namun jika dimakzulkan, undang-undang mengharuskan pemilihan presiden harus diadakan dalam waktu 60 hari.