Pembangunan Jembatan Ampera Diresmikan oleh Presiden Soekarno dalam Sejarah Hari Ini, 10 April 1962

JAKARTA - Sejarah hari ini, 60 tahun yang lalu, 10 April 1962, Presiden Soekarno meresmikan pembangunan Jembatan Musi (kini: Jembatan Ampera) di Kota Palembang, Sumatra Selatan. Kehadiran jembatan yang melintasi Sungai Musi itu dilanggengkan sebagai salah satu proyek mercusuar Bung Karno.

Sebelumnya, banyak di antara proyek mercusuar Bung Karno ditalangi oleh dana pampasan perang dari Jepang. Dana itu diberikan sebagai ajian dari normalisasi hubungan, alias perdamaian antara Indonesia-Jepang.

Boleh jadi masa penjajahan Jepang memiliki manfaat bagi segenap rakyat Indonesia. Derajat kaum bumiputra terangkat karenanya. Namun, penjajahan tetap penjajahan. Keuntungan bagi Indonesia jika teliti lebih lanjut tak seberapa. Sebab, kerugian yang ditimbulkan penjajahan Jepang luar biasa besar.

Narasi kesedihan di bawah penjajahan Jepang hadir di mana-mana. Apalagi penjajahan Jepang digadang-gadang tak jauh beda dengan penjajah sebelumnya, Belanda. mereka memeras kaum bumiputra bak sapi perah. Penjajah Jepang hanya peduli dengan misi mereka belaka. Sedang nasib seisi Nusantara diabaikan.

Presiden Soekarno dalam sebuah kunjungan ke Palembang. (Wikimedia Commons)

Kondisi itu membuat segenap rakyat Indonesia benci kepada Jepang. Utamanya saat Indonesia merdeka. Jepang dianggap penjajah zalim. Narasi itu kerap terdengar di mana-mana. Namun, ingatan itu mulai dihapus perlahan-lahan dengan beberapa kesepakatan.

Keduanya, Jepang-Indonesia bersepakat melupakan masa lalu. Inisiatif perjanjian damai direncanakan. Dua draf penjanjian disiapkan. Perjanjian damai dan perjanjian pampasan perang. Perjanjian yang diteken pada 1958 begitu menguntungkan Indoneisa. Indonesia banyak membangun dari dana pampasan perang.

“Perjanjian ini terbagi dua, yang pertama perjanjian damai dan yang kedua perjanjian pampasan perang. Untuk perjanjian damai, mengatur hal-hal yang terkait keinginan untuk mengakhiri status perang dan menciptakan situasi damai antara dua negara.”

“Perjanjian ini berisi tujuh pasal, dan pampasan perang yang harus dibayarkan oleh Jepang diatur dan diterakan di dalam pasal 4 dalam perjanjian tersebut,” ungkap Moh. Gandhi Amanullah dalam buku Matahari Khatulistiwa: Hubungan Indonesia - Jepang dalam Perspektif Sastra dan Sosial Budaya (2020).

Dana pampasan perang dimanfaatkan benar oleh Bung Karno. Ia mencoba mempercantik Indonesia. Pembangunan pun digalakan dengan dana tersebut. Dari bangun hotel, rumah sakit, hingga jembatan. Jembatan Ampera, misalnya.

Jembatan Ampera tetap menjadi tengara ikonik Kota Palembang, meskipun sudah tidak dapat berfungsi seperti pada masa awal keberadaanya. (Wikimedia Commons)

Pembangunan Jembatan Ampera diresmikan oleh Bung Karno pada 10 April 1962. Pemancangan tiang pertama jadi ajian. Jembatan yang melintasi Sungai Musi itu dianggap sebagai suatu lambang kejayaan dari Indonesia.

“Orang mengenalnya dengan nama jembatan Ampera, akronim dari Amanat Penderitaan Rakyat sebagai ganti nama jembatan tersebut sebelumnya yang hanya berumur beberapa bulan. Jembatan itu awalnya diberi nama jembatan Bung Karno. Tetapi sesuai dengan iklim politik pada waktu itu, dalam suasana perjuangan penegakan Orde Baru, maka jadilah nama Ampera untuk jembatan kokoh yang dibangun dari dana pampasan perang Jepang.”

“Jembatan Ampera merupakan jembatan terpanjang pertama di Indonesia yang mulai dibangun pada bulan April 1962 dan selesai pada bulan Mei 1965. Dibangun atas perintah Presiden Soekarno, dengan dana yang berasal dari hasil pampasan perang Jepang,” tertulis dalam buku 50 tahun Departemen Pekerjaan Umum (1995).