JAKARTA - Perjuangan Bing Slamet jadi seniman serba bisa tak mulus-mulus saja. Merangkai karier sebagai bintang film kesohor, misalnya. Kegagalan pernah menghiasi aksinya. Bing tak menyerah. Ia mencoba membuktikan kapasitasnya di dunia seni peran. Kerja keras itu terjawab pada era 1970-an.
Nama Bing Slamet tenar di antara khalayak umum. Apalagi kala Bing Slamet memainkan peran dalam film Bing Slamet Dukun Palsu (1973). Di sana, Bing Slamet mencoba menelanjangi fenomena kemunculan dukun palsu dalam balutan komedi.
Boleh jadi karier Bing Slamet sebagai penyanyi terbilang gemilang. Dunia tarik suara mulai ditekuninya sejak zaman penjajahan Jepang. Dukungan rekannya sesama musisi ada di baliknya. Kala itu Bing Slamet didukung penuh sahabatnya Sam Saimun, Sjaiful Bahri, Sutejo, dan Ismail Marzuki (kemudian dikenal sebagai seniman Betawi yang juga Pahlawan Nasional).
Ketekunan Bing Slamet di dunia musik pun membuahkan hasilnya. Suaranya kerap hilir mudik di radio, lalu televisi. Kariernya menanjak. Dari seorang penyanyi, pemain gitar, pencipta lagu, kemudian jadi pelawak.
Namun, Bing Slamet merasa eksistensinya di panggung hiburan terasa kurang. Ia ingin menantang dirinya menjadi bintang film. Segala macam tawaran bermain film tak disia-siakan olehnya. Ia bekerja keras untuk tampil maksimal dalam tiap kesempatan bermain film dari 1950-an.
Hasilnya kurang memuaskan. Kehadiran Bing Slamet kurang mendapatkan sambutan. Ia tak menyerah. Apalagi ia memiliki suatu paket komplet seorang seniman: bisa bernyanyi dan melawak. Keteguhan itu membuat Bing Slamet percaya diri.
Bing Slamet pun baru mulai memetik kesuksesannya sebagai bintang film di era 1970-an. Film-filmnya jadi buruan banyak orang. Pun namanya jadi suatu merek dagang yang mampu menjadi garansi orang datang ke bioskop. Alhasil, segenap rakyat Indonesia mulai gandrung dengan film Bing Slamet Merantau (1962) hingga Bing Slamet Setan Djalanan (1973).
“Membutuhkan waktu lebih dari 10 tahun buat Bing untuk mengubah kegagalan menjadi sukses dalam film – setidaknya dari segi komersil. Film semacam Bing Slamet Setan Djalanan di awal tahun 1970-an mengukuhkan popularitasnya. Meskipun tidak mengukuhkan kapasitasnya sebagai aktor komedi yang lebih dari sekedar badut-badutan.”
“Maka walaupun dikritik, film-film itu jad media yang memperkuat kehadirannya dalam kesadaran sehari-hari khalayak ramai – dari anak tahun tahun sampai dengan bapak 70 tahun. Seperti halnya dengan iklan ‘Tiga Berlian’ TV dengan Eddy Sud dan teriakan Enaaaak, pemunculan Bing mungkin tidak terlalu meyakinkan, tapi efektif,” tertulis dalam laporan Majalah Tempo berjudul Obituari untuk Seorang Penghibur (1973).
Bing Slamet Dukun Palsu
Nama Bing Slamet di dunia seni peran semakin disanjung penggemarnya. Ia dianggap paket komplit dunia hiburan. Ia mampu menjadi apa saja. Penyanyi, aktor, hingga pelawak. Bakat itu terlihat jelas kala ia memainkan perannya sebagai Mbah Dukun pada film Bing Slamet Dukun Palsu (1974).
Film itu dibintangi oleh grup lawak Kwartet Jawa (Bing Slamet, Eddy Sud, Ateng, dan Iskak). Pun ide cerita semuanya dari Kwartet Jaya. Sedang sutradara yang didaulat menggarap film ini adalah Motinggo Busye di bawah payung PT. Safari Sinar Film Corp. Pemeran pendukungnya tak kalah mentereng.
Ada nama Vivi Sumanti, dan Ratmi B-29 hingga Hamady T. Jamil. Mereka memerankan namanya sendiri. Film komedi itu mengambil cerita seorang dukun palsu (Bing Slamet) yang memiliki pasien bejibun. Pertama, Eddy Sud misalnya datang ke dukun supaya kuliahnya lancar. kedua, Iskak supaya dapat menaklukkan wanita. dan ketiga, Ateng untuk melancarkan bisnisnya supaya untung dan juga urusan wanita.
Jauh panggang dari api. Ajian dukun tiada yang berhasil. Mereka justru terus ditipu oleh dukun tukang kibul. Puncaknya, mereka segera melabrak dan melaporkan dukun itu kepada pihak yang berwajib. Sang Dukun pun tertangkap dengan uang hasil tipu-tipunya.
Alih-alih hanya memukau penonton, akting Bing Slamet sebagai dukun malah sempat membuat kagum salah seorang figuran. Bing Slamet sempat dianggap sebagai dukun asli. Lagi pula, tindak-tanduk Bing Slamet bak dukun yang telah melanggengkan profesi dukun dalam waktu yang lama. Padahal, ia hanya berperan sebagai seorang dukun palsu.
Kehadiran film itu dinilai sebagai bentuk sindiran kepada masyarakat Indonesia yang ogah bekerja keras. Mereka hanya mau enaknya saja. Jalan pintas lalu diambil. Jasa dukun jadi jawaban. Semua itu dilakukan supaya urusan beres.
Fenomena itulah yang kemudian memunculkan dukun-dukun palsu. Mereka hanya datang untuk memanfaatkan keadaan. Mereka yang mengaku sebagai 'orang pintar' itu tak punya ilmu tapi berusaha paham urusan klenik. Ajian itu supaya dapat uang dari pasien yang datang.
“Dengan demikian rencana mereka gagal total, termasuk Eddy Sud tak berhasil lulus ujian. Walau pengambilan gambar film ini hanya memakan waktu dua minggu, namun disamping sebagai film hiburan juga bertema pendidikan, yaitu agar orang percaya pada diri sendiri. Film ini juga merupakan sindiran terhadap mereka yang masih senang akan soal-soal klenik atau dukun-dukun,” terang Sutrisno dalam buku Bing Slamet: Karya dan Pengabdiannya (1981).