JAKARTA – Memori hari ini, 17 tahun yang lalu, 6 April 2006, larangan merokok di fasilitas umum mulai berlaku di Jakarta. Barang siapa yang kedapatan merokok akan dikenakan sanksi tegas. Empunya kuasa tak mau area publik –sekolah hingga tempat ibadah-- di Jakarta jadi tempat tercemar asap rokok.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso telah mengeluarkan aturan terkait kawasan dilarang merokok. Akan tetapi, aturan itu diperkenalkan lebih dulu. Tujuannya supaya masyarakat teredukasi larangan merokok di tempat umum.
Pemerintah DKI Jakarta sedang getol-getolnya mengurangi pencemaran udara di Jakarta. Empunya kuasa kemudian mengajak banyak pihak berkolaborasi. Dari Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) hingga Dinas pekerjaan Umum.
Pemilik kendaraan bermotor ikutan jadi target. Mereka yang memiliki kendaraan harus melakukan uji emisi. Opsi itu dilakukan untuk mengurangi tingginya pencemaran udara di Jakarta. Pun sebagai bentuk antisipasi supaya lingkungan hidup di Jakarta tetap dalam koridor layak huni.
Namun, bukan cuma urusan uji kelayakan saja yang digodok pemerintah. Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso turut pula mencatat bahwa rokok dapat menyebabkan pencemaran udara. Apalagi zat adiktif yang dilepaskan rokok begitu berbahaya bagi kesehatan.
Sutiyoso pun tak tinggal diam. Ia mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 25 Tahun 2005 tentang kawasan dilarang merokok. Sutiyoso pun mengelompokkan kawasan dilarang merokok meliputi area sekolah, tempat ibadah, terminal hingga perkantoran. Kehadiran Pergub itu mempertimbangkan bahwa asap rokok berbahaya bagi kesehatan warga Jakarta.
“Pertama, bahwa rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan dapat mengakibatkan bahaya kesehatan bagi individu dan masyarakat baik selaku perokok aktif maupun perokok pasif. Oleh sebab itu, diperlukan perlindungan terhadap bahaya rokok bagi kesehatan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan.”
“Kedua, bahwa untuk udara yang sehat dan bersih hak bagi setiap orang, maka diperlukan kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat untuk mencegah dampak penggunaan rokok baik langsung maupun tidak langsung terhadap kesehatan. Guna terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal,” isi pertimbangan Sutiyoso dalam Pergub Nomor 25 tahun 2005.
Tahap sosialisasi Pergub larangan merokok di ruang publik pun selesai. Aturan itu mulai berjalan secara efektif pada 6 April 2006. Barang siapa yang melanggar akan diberikan sanksi. Apalagi pemerintah telah menyiapkan 27 unit satgas untuk mengawasi kawasan dilarang merokok di DKI Jakarta.
Namun, jauh panggang dari api. Penerapan aturannya tak segalak Pergub. Pelarangan tampak kurang efektif pada awal pelaksanaan. Pun banyak tanda larangan merokok masih belum dipasang. Kondisi itu membuat pelanggaran terlihat di mana-mana. Alias, asap rokok masih ngebul di segenap kawasan dilarang merokok.
BACA JUGA:
“Pemandangan serupa juga terjadi di Terminal Blok M, Jakarta Selatan, dan Kampung Melayu. Sejumlah angkutan umum yang beroperasi masih belum memasang tanda larangan merokok. Padahal dalam peraturan gubernur dijelaskan pemimpin atau penanggung jawab pengelola angkutan wajib memasang larangan merokok.”
“Peraturan itu juga mewajibkan pengemudi atau kondektur menegur penumpangnya yang masih merokok di dalam bus. Jika membandel, pengemudi juga diperbolehkan menurunkan penumpangnya di tempat pemberhentian terdekat,” terang Andri Setiawan dalam tulisannya di Koran Tempo berjudul Larangan Merokok Masih Diabaikan (2006).