Bagikan:

JAKARTA - Istilah slepet di kalangan santri bisa membangunkan yang tidur, menggerakkan yang loyo, dan sekaligus mengingatkan yang lalai. Itulah salah satu kalimat yang dilontarkan calon wakil presiden (cawapres) 2024, Muhaimin Iskandar saat melakoni debat perdana cawapres.

Slepet merupakan diksi yang dipopulerkan Cak Imin – sapaan akrab Muhaimin Iskandar – untuk memudahkan masyarakat memahami visi dan misi yang ditawarkan pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.

Apalagi, istilah slepet memang tidak asing di kalangan santri seperti Cak Imin, bahkan mungkin di masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam dan sering mengenakan sarung dalam menjalankan ibadah.

Kata slepet ini menjadi viral saat video yang menampilkan Anies dislepet oleh Cak Imin. Video tersebut diunggah oleh akun Youtube Anies Baswedan, 23 Oktober silam. Dalam video itu, Cak Imin menjelaskan tiga fungsi sarung di kalangan santri, salah satunya adalah untuk menyelepet.

Cak Imin saat menyelepet Anies Baswedan. (Foto/tangkap layar video Youtube Anies Baswedan)
Aksi  Muhaimin Iskandar yang lakukan selepet untuk Anies Baswedan. (IST)

Saat pelaksanaan debat cawapres, Jumat 22 Desember, Cak Imin berulang kali mengucapkan diksi slepet. Sedikitnya, Cak Imin melontarkan kata slepet 15 kali dalam debat yang berlangsung selama dua jam tersebut.

Awalnya, Cak Imin mengucap kata slepet saat memaparkan visi-misinya. Dia menjelaskan bahwa slepet merupakan gerakan menyabetkan sarung yang umum di kalangan santri untuk membangunkan yang tidur, menggerakkan yang loyo, dan sekaligus mengingatkan yang lalai.

Karena itu, jika terpilih sebagai presiden dan wapres selanjutnya, Anies dan Cak Imin bakal menyelepet berbagai ketidakadilan yang ada di Indonesia. “Inilah yang disebut sebagai slepet, menjadi bagian dari kewenangan untuk menghadirkan kemakmuran dan keadilan,” ujar Cak Imin.

Dia menyatakan, pihaknya ingin mewujudkan perubahan dan perbaikan. Sebab, slepet merupakan sebuah disrupsi, dan disrupsi sendiri merupakan awal dari sebuah perubahan. Cak Imin juga memakai kata slepet ketika menyinggung soal tingginya harga bahan pokok dan kecilnya penghasilan penduduk yang bekerja di sektor informal.

“Hari ini, cabai mahal, telur mahal, beras mahal, barang-barang mahal, tengkulak jahat, mafia menguasai dan merajalela di mana-mana, padahal rakyat sudah kerja, kerja, kerja. Ini harus kita slepet,” tukasnya.

Pada sesi pernyataan penutup, Cak Imin kembali mengucap kata slepet lebih dari sekali. Ketua Umum PKB itu kembali menegaskan keinginannya bersama Anies untuk menghapus ketidakadilan. “Sarung adalah simbol kesetaraan dan keadilan. Sarung itu lembut, tapi di tangan orang yang baik, bisa jadi slepet atas ketidakadilan dan kecurangan,” tandasnya.

Bahkan, Cak Imin membuat istilah baru berdasarkan kata slepet, yakni “slepet-nomics,” yakni aturan main yang adil dan berpihak pada rakyat di sektor ekonomi yang sudah diuji oleh para pakar dan berbasis pada pengalaman batin serta rasa.

“Dengan slepet-nomics, kita pastikan pembangunan ekonomi Indonesia dikerjakan pakai hati, pakai otak. Sekali lagi, pembangunan Indonesia dilaksanakan pakai hati, pakai otak,” tutup Cak Imin.

 Muhaimin Iskandar saat debat cawapres. (Foto: Bambang/VOI)
Muhaimin Iskandar saat tampil dalam Debat Cawapres. (IST)

Terjebak Narasi Jenaka

Lantas, apakah “slepetan” Cak Imin dalam debat cawapres merupakan langkah yang efektif terutama untuk mengerek elektabilitas pasangan nomor urut 1 itu? Direktur Trias Politika Strategis, Agung Baskoro mengungkapkan, Cak Imin menjadi satu-satunya cawapres yang kerap melontarkan diksi-diksi jenaka untuk mengenalkan visi dan misi paslon, mulai dari slepet, slepetnomics hingga KAMU (Kredit Anak Muda).

Dia menilai bahwa pengenalan program-program menggunakan diksi jenaka akan memudahkan masyarakat untuk memahami narasi perubahan yang dibawa pasangan Anies Baswedan-Cak Imin. “Secara teknis kata-kata jenaka yang disampaikan Cak min dengan slepet, slepetnomics, memudahkan kita memahami narasi perubahan yang dibawa oleh Cak Imin bersama Anies,” tutur Agung.

Di sisi lain, Cak Imin juga tetap melontarkan kritik terhadap kondisi dan kebijakan pemerintah saat ini yang dianggap kurang baik, seperti sembako mahal hingga pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Menurut Agung, kritik terhadap pemerintah merupakan narasi yang berulang diucapkan Anies-Cak Imin dalam momen debat.

“Mengkritisi terus karena memang dengan narasi perubahan. Sayangnya, kritisinya Cak Imin kurang tajam dan dalam dibanding Anies. Selain itu, Cak Imin mungkin masih terjebak dengan narasi-narasi jenaka sehingga substansinya menjadi kurang dalam,” terangnya.

Sementara dikutip dari hasil riset Continuum Indef yang melakukan analisis respons masyarakat terkait debat cawapres dengan menggunakan pendekatan big data, Cak Imin menjadi sosok yang paling disorot setelah pelaksanaan debat cawapres.

Adapun periode pengambilan data riset Continuum Indef tersebut dilakukan pada 22 Desember 2023 pukul 19.00-21.50 dengan mengumpulkan 23.424 pembicaraan dari 17.125 akun Twitter. Dalam analisis tersebut, puncak perbincangan terjadi sekitar pukul 20.00 WIB.

Hasilnya, perbincangan warganet tentang pasangan Anies dan Cak Imin melalui platform X (dulu Twitter), mencapai 13.300. Angka ini jauh dibandingkan dengan pasangan calon lain, di mana Prabowo-Gibran 4.800 dan Ganjar-Mahfud 2.000.

Sayangnya, hasil riset menunjukkan bahwa sentimen negatif terhadap Anies-Cak Imin setelah debat sangat besar, mencapai 97,73 persen dibandingkan sentimen positif yang hanya 4,27 persen. “Rendahnya sentimen positif dari Cak Imin, disebabkan karena warganet menilai performanya selama debat kurang, dan bisa jadi menurunkan elektabilitasnya dengan Anies,” demikian hasil analisis hasil riset Continuum Indef.

Selain Continuum Indef, Indonesia Indicator (i2) juga merilis hasil riset perbincangan di media sosial selama debat berlangsung dalam rentang waktu 18.00--23.00 WIB di hari debat berlangsung. Menurut Direktur Komunikasi Indonesia Indicator, Rustika Herlambang, interaksi perbincangan netizen di debat kedua tidak seramai debat capres-cawapres edisi perdana. Jika debat sebelumnya percakapan tembus hingga ke 56.964 post dengan raihan engagement 2.460.097, pada debat kali ini perbincangan hanya berhasil mendulang ekspos sebesar 35.222 post dengan 1.603.740 engagement.

Namun secara keaktifan jumlah respons netizen per post sedikit lebih unggul dengan perbandingan satu ekspos meraih 46 engagement. Sementara di debat sebelumnya satu ekspos hanya mendapat 43 engagement.

Rustika menjelaskan ekspos Gibran Rakabuming Raka mencapai 69.259 post dengan engagement 2.425.615. Sedangkan Mahfud MD meraih ekspos sebesar 53.479 post dengan engagement 1.023.434 dan Muhaimin Iskandar sekitar 46.573 post dengan 1.306.364 engagement.

Cak Imin sendiri dalam riset Indonesia Indicator secara persentase sentimen mendapatkan porsi yang relatif berimbang antara positif, negatif, dan netral. Selama debat Cak Imin kerap kali menyebut slepet sebagai jargon yang melekat dengan dirinya dan program AMIN.

Tercatat sebanyak 1.152 unggahan memention jargon tersebut dalam perbincangan Cak Imin dan terbukti menjadi istilah yang paling banyak dipakai warganet. Emotion yang paling dominan dalam perbincangan Muhaimin yakni emotion trust sekitar 35 persen, diikuti emosi anticipation sekitar 20 persen. Muhaimin dinilai cukup rendah hati untuk berkata tidak tahu terhadap pertanyaan dari Gibran mengenai SGIE (State of the Global Islamic Economy).

“Muhaimin Iskandar dinilai sebagai politisi yang pandai berdiplomasi, mencoba mencari atensi publik dengan narasi perubahan,” kata Rustika.