Utang Badan Usaha Milik Negara
Ilustrasi Utang BUMN by Andri Winarko (VOI)

Bagikan:

Jakarta - Badan Usaha Milik Negara (BUMN), khususnya BUMN Karya, tengah menjadi sorotan. Sepanjang semester I tahun 2023, lima perusahaan BUMN Karya tercatat memiliki total liabilitas atau utang besar.

Kelima perusahaan tersebut adalah PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT), PT PP (Persero) Tbk (PTPP), PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI), dan PT Hutama Karya (Persero).

Jika dihitung total BUMN Karya yang tercatat dalam laporan keuangan Bursa Efek Indonesia (BEI), mencapai Rp274,82 triliun. Sementara utang BUMN Karya khusus di bank BUMN mencapai Rp46,21 triliun.

Berikut adalah rincian utang perusahaan BUMN Karya:

1. PT Waskita Karya (WSKT)

• Total utang: Rp84,31 triliun.

• Naik tipis 0,31 persen dibandingkan dengan semester I 2022.

• Terdiri dari liabilitas jangka pendek senilai Rp22,79 triliun dan liabilitas jangka panjang senilai Rp61,5 triliun.

• Utang bank jangka pendek pihak berelasi menyumbang liabilitas terbesar senilai Rp27,57 triliun, disusul oleh utang bank pihak ketiga senilai Rp18,56 triliun.

2. PT Hutama Karya

• Total liabilitas: Rp60,67 triliun.

• Turun 15,18 persen dari Rp71,53 triliun di semester I 2022.

• Terdiri dari liabilitas jangka pendek Rp19,87 triliun dan liabilitas jangka panjang Rp40,8 triliun.

• Segmen utang bank pinjaman jangka panjang setelah dikurangi bagian yang jatuh tempo dalam satu tahun menyumbang liabilitas terbesar yakni Rp19,38 triliun

3. PT Wijaya Karya (WIKA)

• Total liabilitas: Rp56,7 triliun.

• Melonjak 1,14 persen dibandingkan dengan semester I 2022 senilai Rp57,57 triliun.

• Terdiri dari liabilitas jangka panjang senilai Rp21,68 triliun dan liabilitas jangka pendek senilai Rp35,01 triliun.

• Pinjaman jangka pendek pihak berelasi WIKA tercatat senilai Rp8,9 triliun, dan liabilitas jangka panjang segmen obligasi tercatat senilai Rp11,48 triliun.

4. PT PP (PTPP)

• Total liabilitas: Rp42,72 triliun.

• Turun tipis 0,16 persen dari liabilitas enam bulan pertama 2022 senilai Rp42,79 triliun.

• Terdiri dari liabilitas jangka pendek senilai Rp18,41 triliun dan jangka panjang senilai Rp24,3 triliun.

• Segmen utang usaha pihak berelasi berkontribusi pada liabilitas PT PP senilai Rp6,81 triliun, lalu utang bank dan lembaga keuangan lainnya tercatat senilai Rp4,92 triliun.

5. PT Adhi Karya (ADHI)

• Total liabilitas: Rp30,42 triliun.

• Turun 2,36 persen dibandingkan dengan semester I 2022 senilai Rp31,16 triliun.

• Terdiri dari liabilitas jangka panjang senilai Rp7,26 triliun dan jangka pendek senilai Rp23,16 triliun.

• Utang usaha pihak berelasi menyumbang liabilitas terbesar Adhi Karya senilai Rp6,81 triliun, disusul oleh utang bank dan lembaga keuangan lainnya senilai Rp4,79 triliun.

Menurut Pengamat BUMN, Herry Gunawan, persoalan utang ini menjadi masalah serius bagi perusahaan. Jika BUMN tersebut tidak mampu memenuhi kewajibannya ke perbankan, maka akan berdampak kepada kas perseroan. Dananya pun bakal tertahan dan sulit dicairkan. Dalam kondisi tersebut, perseroan juga akan kesulitan untuk menerbitkan surat utang. BUMN Karya perlu melakukan restrukturisasi dan perbaikan tata kelola untuk transformasi bisnis. “Menurut saya, yang paling mungkin ada restrukturisasi besar-besaran di BUMN Karya," ujar Herry.

Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda menilai, akar masalah dari besarnya utang BUMN Karya karena adanya penugasan dari pemerintah. Beberapa proyek ambisi Presiden Joko Widodo terpaksa mereka jalankan dengan dana terbatas.

Bank-bank pelat merah seperti Bank Mandiri, BNI, dan BRI yang menjadi bank dengan jumlah penyaluran terbesar di BUMN Karya juga dianggap dalam kondisi dipaksa memberikan pembiayaan infrastruktur ke BUMN Karya.

“Masalahnya infrastruktur ini kan pembangunan jangka pendek, tapi kadang pembayaran dari pemerintah jangka menengah-panjang. Makanya banyak yang menunggak dan BUMN Karya tetap harus membayar ke bank,” ungkap Huda.

Dia menyatakan, banyak BUMN Karya menjalankan tugas tidak sesuai tugasnya. Contohnya, Jalan Tol Sumatera yang dibangunan oleh PT Hutama Karya yang seharusnya melakukan konstruksi, pengembangan dan penyedia jasa jalan tol. Penugasan ini dinilai membuat cash flow perusahaan karya menjadi terganggu.

Sekretaris Perusahaan PT PP, Bakhtiyar Efendi tidak menampik pembengkakan utang karena adanya proyek konstruksi berdasarkan penugasan dari pemerintah. Meski begitu, dia tidak merinci berapa porsi besaran proyek daripada penggunaan utang perseroan. Namun, utang di PT PP untuk menjalankan proses bisnis baik di bidang konstruksi maupun investasi.

Bakhtiyar menjelaskan, meski mencatatkan utang jumbo, PT PP masih dipercaya untuk mengerjakan proyek strategis pemerintah. Berdasarkan data perusahaan, PT PP berhasil memperoleh kontrak baru sampai dengan akhir Juni 2023 sebesar Rp11,62 triliun, atau tumbuh 6,31 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya sebesar Rp10,93 triliun.

SVP Corporate Secretary PT Waskita Karya, Ermy Puspa Yunita mengungkapkan, meski didera utang jumbo, pihaknya fokus mengerjakan tujuh paket proyek Ibu Kota Negara (IKN) baru, dengan porsi senilai Rp4,33 triliun. Selain itu, pada Juni 2023, Waskita juga berhasil membukukan kontrak senilai Rp7,82 triliun, dan mayoritasnya 66,24 persen berasal dari proyek pemerintah. Nilai kontrak baru itu ada pula yang berasal dari proyek anak perusahaan 18,85 persen, proyek BUMN/BUMD 13,62 persen, dan proyek swasta 1,29 persen.

Sementara itu usai Raker dengan Komisi VI DPR, Kamis (31/8) Menteri BUMN Erick menegaskan bahwa pihaknya masih berusaha untuk mengatasi persoalan utang jumbo di BUMN Karya. Namun, persoalan tersebut tidak bisa hanya diatasi oleh Kementerian BUMN.

Dia mengaku tidak akan melarikan diri dari permasalahan utang jumbo di BUMN Karya. Hanya saja, proses untuk mengatasi persoalan itu memerlukan waktu dua hingga tiga tahun. Sebab, dalam mengatasi masalah tersebut, tidak hanya menghukum pihak yang bersalah, tapi juga memperbaiki system.

Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo mengungkapkan bahwa salah satu solusi untuk mengatasi persoalan di BUMN Karya adalah melakukan merger. Tiko, sapaan akrabnya mencontohkan, penggabungan atau merger dua BUMN Karya yakni antara PT Hutama Karya (Persero) dan PT Waskita Karya Tbk (HK) ditargetkan terealisasi awal 2024, dimana nantinya emiten bersandi saham WSKT itu menjadi anak usaha Hutama Karya.

Menurut dia, penggabungan dua entitas plat merah di sektor infrastruktur itu dilakukan melalui inbreng saham WSKT ke Hutama Karya yang ditargetkan pada awal tahun depan. Karena itu, pemegang obligasi dan vendor WSKT diharapkan mendukung rencana aksi korporasi tersebut.

“Kita ingin para pemegang obligasi dan vendor mencari solusi terbaik sehingga Waskita bisa joint venture, kemudian akan dijadikan anak usaha Hutama Karya akan diinbrengkan ke sana,” tuturnya, Senin (14/8).

Tiko memastikan merger dua BUMN karya segera dilakukan, setelah Waskita Karya melewati seluruh tahapan restrukturisasi keuangannya, termasuk Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Setelah upaya penyehatan struktur keuangan WSKT, pemegang saham akan menarik masuk emiten agar bergabung dengan Hutama Karya.

Tiko juga mengatakan, restrukturisasi utang PT Waskita Karya akan selesai pada Agustus atau September 2023. Sebab, 80 hingga 90 persen kreditur asal perbankan telah menyetujui skema restrukturisasi yang disodorkan Kementerian BUMN. Salah satu usulan dalam restrukturisasi adalah perpanjangan tenor atau jangka waktu pengembalian utang perbankan. Di mana, tenor utang emiten bersandi saham WSKT itu bisa diperpanjang hingga delapan tahun.

Kendati mayoritas perbankan menyetujui skema restrukturisasi WSKT, sejumlah pemegang obligasi dan vendor disebut belum menyepakati langkah penyelamatan tersebut. Kementerian BUMN, lanjut Tiko, akan menempuh jalur negosiasi dengan pemegang obligasi dan vendor WSKT. Tujuannya, skema restrukturisasi dapat disetujui tanpa harus melalui proses PKPU di Pengadilan Negeri.