JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir kembali menyinggung soal porsi utang perusahaan pelat merah. Kata dia, utang yang diambil dikelola melalui investasi yang produktif.
Karena itu, kata Erick, kali ini sejumlah utang yang diambil mampu mingkatkan kinerja perusahaan mulai dari pendapatan hingga catatan laba.
“Yang salah adalah jika utang itu dikorupsi. Intinya adalah disiplin,” ujar Erick dalam keterangan, Selasa, 3 Januari.
Erick mengatakan, mayoritas BUMN juga sudah jauh meninggalkan zona dominasi utang dalam pengelolaan keuangannya, atau sehat.
Bahkan, lanjut Erick, BUMN telah menurunkan tingkat utang dibanding investasi tertanam dari 38,6 persen pada tahun 2020, menjadi 34 persen pada kuartal III tahun 2022.
Terkait kinerja, kata Erick, pertumbuhan kinerja tersebut terlihat dari peningkatan laba konsolidasian BUMN dari Rp61 triliun pada kuartal III tahun 2021 menjadi Rp155 triliun pada sembilan bulan 2022. Itu berarti meningkat 154,1 persen secara year on year (yoy).
“Perlu dicatat bahwa laba itu sudah termasuk restrukturisasi Garuda, Rp59 triliun. Itu nontunai. Selebihnya, dalam bentuk tunai,” ujar Erick.
Erick mengatakan, pertumbuhan laba tersebut terjadi karena peningkatan Pendapatan Usaha BUMN dari Rp1.613 triliun pada kuartal III tahun 2021 menjadi Rp2.091 triliun pada kuartal III tahun 2022, atau tumbuh 29,6 persen yoy.
“Pendapatan Usaha naik. Ini memang belum tutup buku. Saya yakin lebih baik dari 2021,”ujarnya.
Kata Erick, pertumbuhan pendapatan tersebut yang disertai oleh pengelolaan BUMN yang semakin efisien telah membawa perusahaan negara mampu mempertebal permodalan.
Hingga kuartal III tahun 2022, ekuitas seluruh BUMN telah mencapai Rp3.211 triliun atau tumbuh 26,6 persen yoy dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp2.537 triliun.
BACA JUGA:
Pertumbuhan ekuitas juga sejalan dengan pembentukan aset BUMN yang tumbuh 9,0 persen yoy dari Rp8.767 triliun pada kuartal III tahun 2021 menjadi Rp9.559 triliun pada kuartal III tahun 2022.
“Perlu dicatat bahwa angka-angka kinerja itu tidak termasuk kinerja keuangan Garuda dari hasil restrukturisasi,” ujar Erick.