JAKARTA - Menteri BUMN (Badan Usaha Milik Negara) Erick Thohir menyambut baik inisasi Komisi VI DPR untuk merevisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang badan usaha milik negara (BUMN). Revisi tersebut terkait peningkatan wewenang Kementerian BUMN dalam mengelola dan memperbaiki kinerja perusahaan pelat merah. Terutama soal keuangan dan Penyertaan Modal Negara (PMN).
Sebagai informasi, Revisi Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara telah dimasukkan ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2021.
"Revisi UU BUMN sangat tepat, karena kita bisa terus memperbaiki kinerja BUMN secara bersama-sama. Sebab, di situ jelas membicarakan PMN, utang, kepemilikan yang memang perlu diperbaiki," ujar Erick dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI, dikutip Sabtu, 25 September.
Erick mengatakan bahwa di tengah era digitalisasi yang menuntut proses bisnis dilakukan dengan cepat, tata kelola BUMN harus mampu mengimbangi kebutuhan tersebut.
"Contohnya saja misalkan bagaimana kok menutup (BUMN) saja lama sekali, merestrukturisasi kami butuh waktu 9 bulan. Padahal di era digital dinamika berusaha ada percepatan luar biasa, ketika kemarin perusahaan untung, besok bisa langsung rugi," jelasnya.
Artinya, waktu 9 bulan cukup lama hanya dengan memfokuskan diri pada satu program saja. Sementara, dalam pasar terbuka, perusahaan swasta justru masih melakukan invasi bisnisnya.
Untuk menjadi pemenang di pasar terbuka, kata Erick, diperlukan perbaikan regulasi. Sebab, aturan juga menjadi dasar dari perbaikan kinerja perusahaan pelat merah.
"Jadi, saya rasa kunci daripada UU BUMN ini menjadi penting karena keturunannya di situ ada PMN, dan juga kinerja dari perusahaan yang bisa kita lakukan, apakah restrukturisasi, di merger, atau diperkuat untuk menjadi champion," tuturnya.
Perusahaan terbitkan surat utang untuk bonus
Dalam revisi beleid itu salah satunya akan mengatur terkait dividen, Erick mengatakan bahwa pembagian keuntungan memang dilakukan karena kinerja keuangan yang benar-benar sehat, bukan hasil polesan.
Namun, kata Erick, kadang kala BUMN memoles kinerja keuangan mereka agar nampak sehat, padahal baru saja menambah utang.
"Dividen itu harus dilakukan memang sesuai dengan kinerja perusahaannya, tidak dari polesan-polesan buku. Kadang perusahaan menerbitkan surat utang untuk bonus dan tantiem. Kami di tahun pertama (menjabat di Kementerian BUMN) menemukan itu," jelasnya.
BACA JUGA:
Menurut Erick, langkah perusahaan yang melakukan pinjaman utang untuk memberikan bonus sangat tidak beretika. Karena itu, ia menekankan praktik-praktik seperti ini harus dihukum.
"Ini sesuatu yang menurut saya sangat tidak beretika. Tentu ini menjadi sebuah hal yang semestinya di hukum. Hal inilah yang memang harus dijaga," tuturnya.
Perjelas pemberian PMN
Erick bilang, lewat RUU BUMN maka akan semakin memperjelas pemberian PMN kepada perusahaan pelat merah. Sehingga, kata dia, hanya BUMN yang benar-benar membutuhkan yang akan mendapatkannya, dan juga menyesuaikan kemampuan perusahaan. Sekaligus untuk memastikan penggunaannya jelas.
"Tentu PMN dengan UU BUMN ini yang kami harapkan bisa jadi peta besar juga, bahwa PMN itu mesti ada konteks yang jelas. Kalau memang itu penugasan maka itu harus dilangsungkan, tetapi jika secara korporasinya tidak kuat, maka ini harus jadi jelas dananya," katanya.
Menurut Erick, RUU BUMN sekaligus memperkuat peran Kementerian BUMN dalam mengambil tindakan terhadap perusahaan pelat merah yang sedang bermasalah. Seperti untuk mengambil keputusan restrukturisasi, merger, atau malah memperkuat perusahaannya.
Dengan langkah ini, Erick berharap bisa mengingkatkan kualitas perusahaan pelat merah sehingga semakin berdaya saing di tingkat global. Terlebih saat ini semakin sedikit BUMN yang merambah pasar global, hanya ada 4 BUMN yang bertahan di pasar global.