Bagikan:

JAKARTA – Pengacara keluarga Brigadir Nofryansah Yosua Hutabarat (Brigadir J), Kamarudin Simanjuntak masih mempertanyakan kronologi kematian Brigadir J di rumah dinas bosnya, Irjen Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022.

Apa benar terjadi tembak-menembak antara Brigadir J dan Bharada E? Atau memang ada upaya terencana untuk meniadakan Brigadir J?

Sebab, dari keterangan Vera Simanjuntak, Brigadir J sempat bercerita tentang kondisinya melalui video call. Brigadir J seolah sudah mengetahui akan mengalami nasib naas.

“Seminggu sebelum pembunuhan almarhum sudah mengadu, mencurahkan isi hatinya kepada kekasihnya. Meminta maaf atas segala dosa dan pelanggaran terhadap kekasihnya. Kemudian, meminta kekasihnya mencari pria lain sebagai pengganti dia karena dia tidak mungkin lagi mengawini kekasihnya karena akan berangkat sesuai ancaman pembunuhan itu,” ungkap Kamarudin di channel YouTube Refly Harun, Sabtu (30/7).

Lalu,  pada 7 Juli 2022, satu hari sebelum kejadian, Brigadir J kembali berkomunikasi dengan kekasihnya.

“Dia cerita akan dibantai dan pamitan. Kekasihnya bertanya, siapa yang akan membantai. Almarhum menjawab, itu squad lama. Informasinya squad lama ini selalu iri hati, karena almarhum ini cekatan dan disayang oleh bapak dan ibu,” lanjut Kamarudin.

Pengacara keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak. (Antara)

Kamarudin menduga pengancam itu bukanlah Bharada E tetapi ajudan lainnya. Curhatan Brigadir J ke kekasihnya terjadi pada 21 Juni 2022, 29 Juni 2022, dan 7 Juli 2022.

Kecurigaan lain, ada 23 kali misscall dari hp Brigadir J ke Vera pada 8 Juli 2022. Namun, kata Kamaruddin, urutan waktunya tidak beraturan.

“Contoh misscall pukul 16.00, lalu 16.10, kemudian 16.20, sudah 16.20 balik lagi ke 16.05. Jadi, misscall-nya itu tidak beraturan, sekali masuk breeettt banyak dan tidak beraturan."

"Nah, pertanyaannya ada apa. Berarti diduga HP Brigadir Yoshua sudah dikuasai pihak ketiga, sampai detik ini. Karena sampai sekarang tidak diketahui dimana HP itu. Yaitu 3 handphone dengan 4 nomor milik Brigadir J," ujar Kamaruddin lagi.

"Pertanyaannya lagi siapa yang menguasai handphone Brigadir J karena diduga tergeletak di meja di rumah dinas itu," kata Kamaruddin.

Tidak hanya dengan Vera, Brigadir J juga curhat ke temannya, mengaku diancam akan dihabisi. “Kalau dia berani naik ke atas, akan dibunuh. Naik ke atas ini maksudnya apa?” ucap Kamarudin di tempat terpisah.

Bukti-bukti itulah yang menguatkan dugaan telah terjadi pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. “Jadi, sesuai laporan saya ke polisi, ini pembunuhan terencana,” katanya.

Hasil Otopsi Kedua Versi Penasihat Hukum

Begitupun dari hasil otopsi kedua jenazah Brigadir J yang dilakukan di RSUD Sungai Bahar pada 27 Juli 2022. Kepolisian sempat menjelaskan terjadi aksi tembak-menembak, tetapi berdasar hasil otopsi, ditemukan empat luka tembak. Satu di antaranya, di belakang kepala hingga menembus hidung.

“Di bagian belakang kepala ada benjolan sedikit bekas lem. Lemnya dibuka ternyata ada lobang, lobangnya disonde atau ditusuk pakai alat seperti sumpit ke arah mata mentok, tetapi disonde ke arah hidung ternyata tembus yaitu adanya jahitan yang sebelumnya difoto,” jelasnya.

Menurut Kamarudin, inilah bukti yang membantah penjelasan Karopenmas bahwa terjadi tembak-menembak dari atas ke bawah. “Kalo tembak-menembak itu berarti hadap-hadapan. Kalo dari atas harusnya peluru masuk dari hidung tembus ke belakang dan harusnya tidak datar, harusnya miring kalau dari atas.”

“Bisa saja, dia ditembak dari belakang, dia membelakangi pelaku,” tambahnya.

Kemudian, terdapat juga luka tembak di tulang rahang yang menembus ke bibir kanan Brigadir J. “Ada kemungkinan pistolnya menempel di rahang. Kalau dari atas ditembak dari mulut tembus leher kemungkinan harusnya ada luka di sepanjang bahu  atau dada, minimal luka karena serpihan,” lanjut Kamarudin.

Luka tembak lain terdapat di dada kiri. Serta, di pergelangan tangan menembus sedalam 6 cm.

Peti jenazah Brigadir J setelah digali ulang untuk kemudian dilakukan autopsi ulang terhadap jasadnya. (Antara/Wahdi Septiawan)

Selain luka tembak, berdasar hasil otopsi, juga terdapat luka yang diduga sebagai luka penganiayaan di jenazah Brigadir J. Antara lain, patah tulang terbuka di ruas jari kelingking kiri. Luka terbuka antara sisi bawah dan atas di jari manis kiri, luka memar di pergelangan tangan kiri sejajar ibu jari, dan resapan darah di jaringan bawah kuku jari manis dan kelingking.

Lalu, luka terbuka tepi rata dasar tulang berwarna putih di bawah sisi luar di atas mata kaki dan lebam kehitaman di lipatan paha dalam kiri.

“Kemudian, pada mulut tulang rahang bawah patah. Namun, mulut tidak bisa dibuka pada pemeriksaan luar. Dulu ini yang kami pertanyakan kenapa rahangnya dislokasi, apakah karena kekerasan atau karena tembakan. Tapi belum ditemukan penyebabnya. Juga, kenapa kaki kanan bengkok,” tutur Kamarudin.

“Ini yang belum bisa dijelaskan dan butuh penelitian lebih lanjut. Belum final, baru catatan sementara hasil otopsi kedua. Nanti, ada penelitian lebih lanjut,” tambahnya.

Proses otopsi, kata Kamarudin, dilakukan oleh gabungan para dokter, antara lain dari RSPAD, RSCM, dan lembaga lain, termasuk dua orang dokter yang mewakili pihak keluarga atau penasihat hukum. “Martina dokter dan Herlina Lubis magister kesehatan.”

Kontra Keterangan

Sejak awal, Kamarudin menilai memang banyak kejanggalan dalam kasus kematian Brigadir J. Ada penemuan berbeda antara fakta yang dijelaskan kepolisian pada Selasa (12/7) dengan fakta yang ditemukan selanjutnya, baik dari hasil otopsi maupun dari keterangan keluarga dan saksi lain.

Contoh, terkait CCTV. “Awalnya bilang hilang, nah tiba-tiba ditemukan lagi. Dari siapa ditemukannya? Harusnya dia jadi tersangka karena melucuti barang bukti. Siapa yang memerintah dia?” imbuh Kamarudin.

Lalu, Komnas HAM menyebut, berdasar CCTV, Brigadir J masih hidup saat tiba di Duren Tiga, Jaksel. “Apa buktinya? Apakah CCTV sudah diperiksa oleh ahli digital forensik? Editan atau asli? CCTV harus diuji jangan diperlihatkan saja. Bisa jadi itu CCTV waktu sebelumnya,” sanggah Kamarudin.

Komnas HAM berdasar hasil analisa 20 rekaman kamera CCTV dari 27 titik berbeda menyatakan Brigadir J masih hidup saat di Duren Tiga. Bahkan, dia sempat melakukan tes PCR bersama Bharada E dan istri Irjen Ferdy Sambo setelah tiba dari Magelang.

Komisioner Komnas HAM, Mohammad Choirul Anam. (Antara/Hafidz Mubarak A)

"Rombongan dari Magelang sampai, terus habis itu yang kelihatan memang masuklah rombongan-rombongan itu, terus barulah ke ruang PCR," kata Komisioner bidang pemantauan dan penyelidikan Komnas HAM Choirul Anam kepada wartawan, Rabu (27/7).

Artinya, Komnas HAM membantah dugaan yang menyatakan Brigadir J tewas sebelum sampai Jakarta. Dari hasil CCTV, Brigadir J juga masih rukun dengan rekan-rekannya sesama ajudan Ferdy Sambo.

"Itu ngobrol nyantai begini dan tertawa-tawa, siapa yang tertawa? Termasuk J. Jadi kalau ini seolah-olah dibunuh dengan tertawa-tawa antara Magelang dan Jakarta sudah, itu salah," kata Anam.

VOI sebelumnya juga sudah memberitakan, Komnas HAM masih perlu mengambil keterangan lagi dari Direktorat Siber Polri untuk mencari titik terang dalam kasus kematian Brigadir J. Saat ini, Komnas HAM masih memeriksa secara digital terhadap HP dan video CCTV dari Magelang hingga Duren Tiga.

"Sedang dilakukan proses secara digital untuk HP dan beberapa yang berhubungan dengan CCTV. Di samping kami dikasih video yang sangat banyak, tapi masih ada satu proses yang memang secara teknologi dan secara mekanisme yang ada di puslabfor memang butuh waktu," ujar Anam. 

"Tadi kami sepakati mekanisme pengambilan keterangan digital dan siber ini kami akan lanjutkan minggu depan. Ini sekitar tinggal 20 persen lagi yang kami butuhkan untuk memperkuat sisi-sisi terangnya peristiwa," kata  Anam, Rabu (27/7).

Bijak Menelaah Informasi

Tak dapat disangkal, kasus kematian Brigadir J memang telah menyita perhatian publik. Informasi yang beredar seolah tak terbendung, khususnya di media sosial. Banyak kabar simpang-siur yang cenderung tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Ada baiknya, masyarakat bersikap bijaksana. Mengawal kasus ini dengan data dan fakta yang bersumber dari penyelidikan menyeluruh. Memberikan kesempatan para ahli bekerja sesuai kompetensinya untuk mengumpulkan data-data objektif.

Seperti yang diungkapkanfFounder Klinik Digital.org Devie Rahmawati. Tidak semua informasi di media sosial menjadi berkah, justru sebagian menjadi bencana karena banyak prasangka.

Aksi seribu lilin dan doa untuk Brigadir J yang digelar di Bundaran HI pada 22 Juli 2022. (Antara/Muhammad Adimaja)

“Sering juga kita temui informasi yang tidak bermanfaat, bahkan opini tidak berimbang. Gulungan informasi viral menjadi alat untuk menjustifikasi justru mengaburkan kebenaran,” ucapnya dilansir dari Antara pada 26 Juli 2022.

Agar tidak terjadi polemik, Kamarudin meminta Presiden Jokowi membentuk tim independen guna menguak fakta kematian Brigadir J. Tim melibatkan TNI angkatan darat, laut, dan udara, serta praktisi maupun akademisi sehingga hasilnya akan lebih terang dan bebas intervensi. Sesuai instruksi presiden, usut tuntas, buka apa adanya, jangan ada yang ditutup-tutupi, transparan.

“Analisa saya, ini perkara gampang tapi rumit karena dibuat balilut. Tidak mungkin diungkap secara cepat karena sandera-menyandera kepentingan,” tandasnya.

Hingga Minggu (31/7), Polri belum menetapkan satu orang pun sebagai tersangka. Tim khusus bentukan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo masih terus mengumpulkan bukti terkait kematian Brigadir J.