JAKARTA - Facebook dilaporkan telah membebaskan sebanyak 6 juta akun, yang di mana akun tersebut merupakan pengguna dari kalangan selebritas dan politisi yang melanggar selusin peraturan media sosial itu.
Tentu saja, ini bertentangan dengan pernyataan publik jejaring sosial milik Mark Zuckerberg itu bahwa aturannya berlaku untuk semua orang, tanpa terkecuali.
Menurut dokumen internal Facebook yang dilaporkan Forbes, Selasa, 14 September, Facebook awalnya menciptakan sistem yang dikenal sebagai "XCheck" atau "cross check" yang melindungi tokoh masyarakat seperti politisi dan selebritas dari aturan perusahaan terhadap pelecehan dan hasutan untuk melakukan kekerasan.
Dokumen tersebut mengungkapkan bahwa Facebook mengizinkan pemain sepak bola Brasil Neymar da Silva Santos Jr., untuk memposting foto telanjang seorang wanita yang menuduh Neymar melakukan pemerkosaan, sebelum konten itu diturunkan.
As we said in 2018: “‘Cross-check’ simply means that some content from certain Pages or Profiles is given a second layer of review to make sure we’ve applied our policies correctly.” There aren’t two systems of justice; it’s an attempted safeguard against mistakes.
— Andy Stone (@andymstone) September 13, 2021
Beberapa pengguna terkenal yang dikecualikan dari penegakan moderasi konten juga membagikan klaim palsu, termasuk tentang vaksin. Bahkan mereka mengunggah dugaan peran Hillary Clinton dalam jaringan perdagangan seks pedofilia dan klaim aneh lainnya yang dianggap palsu oleh pemeriksa fakta Facebook sendiri.
Tinjauan internal terhadap praktik Facebook dari tahun 2019 menyatakan perusahaan melakukan hal yang berbanding terbalik dalam pernyataan publik. Program XCheck juga mencakup sebagian besar pejabat pemerintah. Pada tahun 2020, setidaknya 5,8 juta pengguna dilaporkan menjadi bagian dari XCheck.
Facebook telah menghadapi kritik dari Partai Demokrat dan Partai Republik tentang konten apa yang ditinggalkan atau ditarik. Dokumen-dokumen itu kemungkinan akan menimbulkan kekhawatiran lagi tentang apakah jejaring sosial itu menegakkan aturannya secara adil. Perusahaan membentuk dewan pengawas konten untuk meninjau beberapa keputusan terberatnya.
BACA JUGA:
Namun, juru bicara Facebook Andy Stone mengatakan pada 2018 lalu melalui Twitter-nya, bahwa program itu dimaksudkan untuk memberikan halaman dan profil Facebook tertentu.
"Tinjauan lapisan kedua untuk memastikan kami telah menerapkan kebijakan kami dengan benar. Tidak ada dua sistem keadilan; ini adalah upaya perlindungan terhadap kesalahan," ujar Stone seperti dikutip dari CNET.
Begitupun dengan dewan pengawas Facebook yang merekomendasikan agar perusahaan, "menjadi jauh lebih transparan secara umum, termasuk tentang pengelolaan akun profil tinggi, sambil memastikan bahwa kebijakannya memperlakukan semua pengguna dengan adil," katanya dalam sebuah tweet.