Risiko Astronaut Selama Tinggal di Luar Angkasa
Ilustrasi Astronaut (Image by WikiImages from Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Menetap di luar angkasa bukan berarti tanpa risiko. Telah lama diketahui bahwa hal tersebut sering kali menyebabkan masalah penglihatan pada astronot dan dampak lainnya bagi kesehatan mereka, termasuk perubahan pada volume otak.

Sebuah studi baru dalam jurnal Radiology yang dikutip dari CNN Internasional, menunjukkan bahwa dampak perjalanan ruang angkasa jangka panjang dengan jarak yang lebih jauh, berpotensi menyebabkan perubahan volume otak dan deformasi kelenjar hipofisis.

Lebih dari separuh anggota kru di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) telah melaporkan perubahan penglihatan mereka setelah paparan jangka panjang pada gaya berat mikro. Penelitian pada astronot setelah menjalani misi luar angkasa (postflight) telah mengungkapkan pembengkakan saraf optik, pendarahan pada retina dan perubahan struktural okular lainnya.

Para ilmuwan telah berhipotesis bahwa paparan kronis terhadap peningkatan tekanan intrakranial, atau tekanan di dalam kepala, selama spaceflight adalah faktor yang menyebabkan perubahan ini. Saat di Bumi, medan gravitasi menciptakan gradien hidrostatik, tekanan cairan yang semakin meningkat dari kepala hingga ke kaki saat berdiri atau duduk. Gradien tekanan ini tidak ada di ruang angkasa.

"Ketika Anda berada dalam gaya berat mikro, cairan seperti darah vena Anda tidak lagi masuk ke ekstremitas bawah Anda tetapi mendistribusikan kembali ke depan. Pergerakan cairan ke kepala Anda mungkin merupakan salah satu mekanisme yang menyebabkan perubahan yang kita amati di mata dan kompartemen intrakranial," kata pemimpin penulis studi Larry A. Kramer, MD, dari University of Texas Health Science Center di Houston.

Untuk mengetahui lebih lanjut, Kramer dan beberapa rekannya melakukan MRI otak pada 11 astronot, termasuk 10 pria dan satu wanita, sebelum mereka melakukan perjalanan ke ISS. Para peneliti melanjutkan dengan studi MRI sehari setelah para astronot kembali dari masa menetap 171 hari selama di luar angkasa.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa paparan gayaberat mikro jangka panjang menyebabkan ekspansi dalam otak gabungan astronot dan volume cairan serebrospinal (CSF). CSF adalah cairan yang mengalir di dalam dan di sekitar ruang berongga otak dan sumsum tulang belakang. Volume gabungan tetap tinggi meski sudah melewati postflight satu tahun, tentu saja hal ini menunjukkan perubahan yang permanen.

Para peneliti juga mengamati peningkatan perubahan otak saat astronot menjalani postflight, rata-rata terjadi di sistem ventrikal otak yang mengandung CSF. Perubahan itu mirip dengan yang terjadi pada orang yang telah menghabiskan waktu istirahat lama dengan posisi kepala sedikit miring ke bawah, dalam studi penelitian yang mensimulasikan pergeseran cairan ke arah kepala dalam gayaberat mikro.

Selain itu, ada peningkatan kecepatan aliran CSF melalui saluran air otak, saluran sempit yang menghubungkan ventrikel di otak. Fenomena serupa telah terlihat seperti penyakit hidrosefalus, suatu kondisi di mana ventrikel di otak membesar secara tidak normal.

Gejala dari kondisi tersebut termasuk kesulitan berjalan, masalah kontrol kandung kemih dan demensia yakni perubahan dalam cara berpikir dan berinteraksi dengan orang lain. Seringkali, memori jangka pendek, pikiran, kemampuan berbicara dan kemampuan motorik yang terpengaruh. Sampai saat ini, gejala-gejala ini belum dilaporkan pada astronot setelah perjalanan luar angkasa.