JAKARTA - Pekan lalu, harga Bitcoin (BTC) sempat kembali di atas 62,000 dolar AS (Rp960 juta) untuk pertama kalinya sejak 1 Agustus, setelah Ketua Federal Reserve AS, Jerome Powell menyampaikan pidato dovish.
Dalam pidato tersebut, Powell mengisyaratkan adanya kemungkinan penurunan suku bunga pada bulan September. Dia menunjukkan keyakinan bahwa inflasi AS dapat kembali ke angka 2 persen, serta memberi sinyal kemungkinan penurunan suku bunga oleh bank sentral.
Komentar Powell tampaknya langsung mendorong harga Bitcoin naik. Sejak itu, Bitcoin telah meningkat dari di bawah 61,000 dolar AS (Rp945 juta) menjadi sekitar 63,500 dolar AS (Rp983 juta).
Bahkan, pada Jumat 23 Agustus, BTC mengalami lonjakan 6 persen dan dua kali mencoba menembus level 65.000 dolar AS (Rp1 miliar), namun gagal melanjutkan kenaikan sehingga mengalami sideways tiga hari terakhir. Hari ini bahkan harga Bitcoin turun lagi ke angka 59.000 dolar AS (Rp914 juta).
Financial Expert Ajaib Kripto, Panji Yudha menjelaskan bahwa terdapat indikasi harga Bitcoin mungkin akan kembali ke level 62.000-64.000 dolar AS (Rp960-991 juta), didukung dengan aksi profit taking dan pelaku pasar menanti data data ekonomi dari AS.
BACA JUGA:
“Secara historis, return Bitcoin di Q3 jauh lebih rendah dibandingkan kuartal lainnya. Selama dekade terakhir, ROI rata-rata di Q1, Q2, dan Q4 masing-masing mencapai +56 persen, +27 persen, dan +88 persen, sementara Q3 hanya mencatatkan +6 persen,” jelas Panji.
Di sisi lain, ETF Bitcoin Spot mencatatkan total net inflow sebesar 506,37 juta dolar AS pada minggu lalu, dengan inflow terbesar pekan lalu terjadi pada Jumat, 23 Agustus mencapai 252 juta dolar AS. Sedangkan, ETF Ethereum Spot mencatatkan total net outflow sebesar 44,54 juta dolar AS pekan lalu.