Bagikan:

JAKARTA - Para pengguna Solana kini tengah berlomba-lomba untuk “menambang” token Ore, sebuah aset digital yang menarik perhatian besar karena mekanisme distribusinya yang unik. Ore, yang didesain mirip dengan mekanisme proof-of-work (PoW) seperti Bitcoin, menggunakan teka-teki komputasional sebagai metode distribusi. Namun, berbeda dengan Bitcoin, Ore sebenarnya adalah token biasa di jaringan Solana. 

Sejak peluncuran versi terbarunya pada hari Selasa lalu, Ore telah mencatatkan lebih dari 4 juta transaksi dalam kurun waktu 17 jam, menyumbang hingga 16% dari total transaksi di jaringan Solana pada puncaknya. Fenomena ini tidak hanya menggambarkan antusiasme komunitas kripto, tetapi juga menunjukkan bagaimana gamifikasi dapat mendorong adopsi teknologi blockchain dengan cepat.

Namun, antusiasme ini datang dengan harga yang tidak murah. Para penambang Ore rela menghabiskan ribuan dolar dalam bentuk token SOL, mata uang asli Solana, hanya untuk memastikan transaksi mereka diproses dan mereka mendapatkan bagian dari suplai Ore. Beberapa penambang bahkan telah menghasilkan ribuan dolar dari penjualan Ore, yang saat ini diperdagangkan sekitar 450 Dolar AS (sekitar Rp7,2 juta) per token di bursa terdesentralisasi.

Di balik euforia ini, muncul juga masalah bagi sebagian pengguna. Sekitar 8% dari semua transaksi penambangan Ore dilaporkan gagal, yang menunjukkan adanya tantangan teknis dalam prosesnya. Meski begitu, ini bukan pertama kalinya Ore menyebabkan keributan di jaringan Solana. Saat pertama kali diluncurkan pada bulan April 2024, lonjakan transaksi Ore sempat membuat jaringan Solana kewalahan, hingga menunda proses transaksi lainnya. Namun, masalah tersebut tampaknya telah diatasi dalam peluncuran kali ini.

Menurut informasi DL News, Ore, yang dipimpin oleh pengembang pseudonim bernama Hardhat Chad, memiliki suplai maksimum sebesar 21 juta token, mirip dengan Bitcoin. Tanpa dukungan modal ventura, Ore berhasil memenangkan Solana Renaissance Hackathon pada Mei lalu dan membawa pulang hadiah sebesar 50.000 Dolar AS (Rp806 juta).

Meskipun Ore digadang-gadang sebagai “uang asli berbasis internet,” tantangan terbesar mungkin datang dari pesaingnya seperti stablecoin USDC yang telah lebih dulu mapan di pasar. Para pengguna Solana diharapkan tetap waspada terhadap risiko dan biaya yang mungkin timbul dari aktivitas penambangan Ore ini, mengingat tantangan teknis dan volatilitas pasar yang tinggi.

Menurut laporan dari CoinDesk, Ore telah menarik perhatian investor internasional, dengan beberapa di antaranya berasal dari Amerika Serikat dan Eropa. Mereka tertarik dengan potensi keuntungan yang bisa diperoleh dari penambangan dan perdagangan Ore. Selain itu, data dari CoinMarketCap menunjukkan bahwa volume perdagangan Ore telah mencapai 10 juta Dolar AS (sekitar Rp161 miliar) dalam 24 jam terakhir, menempatkannya di antara token-token teratas di jaringan Solana.