Bagikan:

JAKARTA - Uni Eropa (UE) telah mengambil langkah berani dalam upaya regulasi global dengan memperkenalkan paket legislatif yang berfokus pada langkah-langkah anti-pencucian uang (AML). Langkah ini tidak hanya menargetkan aset kripto tetapi juga membatasi transaksi tunai secara signifikan.

Menurut anggota Parlemen Eropa, Patrick Breyer, mayoritas komite telah menyetujui undang-undang baru ini, yang melarang pembayaran kripto tanpa nama dan membatasi pembayaran tunai tanpa nama hingga 3.000 euro (sekitar Rp47.385.000), dengan larangan total untuk transaksi di atas 10.000 euro (sekitar Rp157.950.000).

Kebijakan ini dirancang untuk memastikan bahwa semua transaksi kripto yang melibatkan dompet yang di-host sepenuhnya dapat dilacak, menghilangkan anonimitas bahkan untuk transaksi kecil.

Ini merupakan respon terhadap kekhawatiran yang berkembang mengenai pencucian uang, pendanaan terorisme, dan penghindaran pajak. Di sisi lain, langkah-langkah tersebut telah memicu debat panas mengenai privasi dan kebebasan individu, dengan beberapa pihak mengkhawatirkan bahwa regulasi ini dapat mengancam hak privasi warga Eropa.

Peraturan baru ini dijadwalkan segera diberlakukan sepenuhnya dalam waktu tiga tahun. Meski begitu, ada kemungkinan regulasi ini diimplementasikan dalam waktu yang lebih cepat.

Dilansir Coincu, komunitas kripto khususnya mengkhawatirkan soal sejauh mana larangan pembayaran anonim akan diterapkan, termasuk apakah ini akan berlaku untuk semua kripto atau hanya yang diklasifikasikan sebagai koin privasi.

Seiring UE bergerak maju dengan penegakan undang-undang anti pencucian uang ini, pertanyaan tentang dampaknya terhadap kebebasan keuangan dan privasi menjadi semakin penting. Keputusan ini turut memicu diskusi yang luas di antara kalangan komunitas kripto, menyoroti keseimbangan yang sulit antara kebutuhan pengawasan regulasi dan hak-hak individu di era digital.