Bagikan:

JAKARTA - Kasus hukum antara Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC) dengan perusahaan pengembang aset kripto XRP, Ripple, masih berlanjut meski pengadilan telah mengeluarkan putusan ringkasan alias Summary Judgment. Kini, kedua belah pihak berseteru soal dokumen-dokumen yang harus diserahkan oleh Ripple untuk menentukan putusan akhir.

SEC, sebagai regulator pasar modal di AS, menggugat Ripple pada Desember 2020 dengan tuduhan menjual sekuritas yang tidak terdaftar melalui penjualan XRP senilai lebih dari $1,3 miliar (sekitar Rp 20,5 triliun). SEC juga menuduh dua eksekutif Ripple, yaitu CEO Brad Garlinghouse dan pendiri Chris Larsen, membantu dan menjadi rekanan dalam pelanggaran hukum sekuritas.

Ripple membantah tuduhan tersebut dan mengklaim bahwa XRP bukanlah sekuritas, melainkan aset digital yang berfungsi sebagai alat pembayaran lintas batas. Ripple juga menuduh SEC melakukan tindakan sewenang-wenang dan tidak adil terhadap industri kripto.

Pada Juli 2023, Hakim Analisa Torres dari Pengadilan Distrik Selatan New York mengeluarkan summary judgment yang menguntungkan Ripple. Hakim Torres memutuskan bahwa penjualan XRP yang terprogram oleh Ripple tidak memenuhi definisi hukum suatu sekuritas. Keputusan ini merupakan kemenangan besar bagi Ripple, yang telah menghabiskan lebih dari $150 juta (sekitar Rp 2,4 triliun) untuk membela diri dari penggugatnya, SEC.

Sayangnya, keputusan tersebut bukanlah akhir dari perseteruan ini. Di sisi lain, Hakim Torres setuju dengan SEC soal penjualan XRP bagi investor institusional yang menyatakan bahwa ini merupakan bagian dari penjualan sekuritas yang tidak terdaftar. Hakim Torres kemudian memerintahkan sidang untuk menyelesaikan masalah yang belum rampung, termasuk tuduhan terhadap Garlinghouse dan Larsen, yang telah diturunkan oleh SEC pada Oktober 2023.

Pekan ini, Ripple dan SEC terlibat dalam perselisihan baru mengenai dokumen-dokumen yang harus diserahkan oleh Ripple agar pengadilan dapat memberikan injeksi dan denda perdata. SEC meminta hakim supaya memerintahkan Ripple untuk merilis laporan keuangan dari tahun 2022 dan 2023, serta kontrak-kontrak yang berkaitan dengan penjualan institusional yang dilakukan setelah SEC mengajukan gugatan awal.

SEC juga meminta Ripple untuk mengungkapkan berapa banyak yang diperoleh dari penjualan institusional sejak gugatan diajukan atas kontrak-kontrak yang tertanggal sebelum gugatan. Regulator AS yang dipimpin oleh Gary Gensler itu menilai dokumen-dokumen ini sangat penting untuk menentukan apakah Ripple melakukan pelanggaran baru setelah gugatan diajukan atau tidak.

Ripple menolak permintaan SEC dan menyebut permintaan terkait dokumen penjualan tersebut "tidak relevan". Ripple berargumen bahwa SEC seharusnya sudah meminta informasi tersebut ketika periode awal persidangan terkait hal ini. Ripple juga menulis dalam surat pengadilan tertanggal 19 Januari 2024, bahwa informasi yang dicari oleh SEC tidak berpengaruh pada penentuan solusi pengadilan.

Merespon pernyataan tersebut, SEC mengajukan surat pengadilan tertanggal 23 Januari 2024. Dalam surat tersebut, Regulator AS menunjukkan sikapnya dan bersikeras bahwa masalah ini masih jauh dari selesai.