JAKARTA - Ripple, perusahaan teknologi yang menyediakan platform pembayaran berbasis blockchain, berencana IPO (Initial Public Offering). Tapi sayangnya, perusahaan kripto asal AS itu tidak ingin go public AS karena aturan kripto yang belum jelas di sana. Untuk melakukan penawaran saham perdananya, Ripple lebih pilih IPO di negara yang ramah kripto.
Hal ini diungkapkan oleh CEO Ripple, Brad Garlinghouse, dalam wawancara dengan CNBC di Forum Ekonomi Dunia (WEF) di Davos, Swiss, pekan ini. Garlinghouse mengatakan bahwa Ripple masih mengeksplorasi kemungkinan IPO di luar AS, karena menghadapi hambatan regulasi dari Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC), otoritas pasar modal AS.
Menurut Garlinghouse, SEC memiliki sikap kurang bersahabat terhadap sektor aset digital yang berkembang pesat. Ia mencontohkan gugatan SEC terhadap Coinbase, yang terjadi setelah perusahaan tersebut mendapat persetujuan untuk go public. Gugatan tersebut menyangkut program loyalitas yang menawarkan imbal hasil kepada pemegang kripto tertentu.
Garlinghouse menyatakan keprihatinannya terhadap regulator AS yang tidak mendukung inovasi di bidang kripto. Bos Ripple itu menekankan pentingnya menemukan pasar yang kondusif untuk pencatatan publik Ripple. Ia juga mengatakan bahwa go public bukanlah prioritas utama perusahaan, karena masih fokus pada pengembangan bisnis dan teknologi.
BACA JUGA:
Perseteruan dengan SEC
Ripple sendiri sedang menghadapi perseteruan hukum dengan SEC sejak Desember 2020. SEC menuduh Ripple menjual aset kripto XRP secara ilegal sebagai sekuritas yang tidak terdaftar. SEC mengklaim bahwa Ripple mengumpulkan lebih dari $1,3 miliar (sekitar Rp 20,3 triliun) melalui penjualan XRP kepada investor di AS dan di seluruh dunia.
Ripple membantah tuduhan tersebut, dengan berdalih bahwa XRP bukanlah sekuritas, melainkan aset digital yang berfungsi sebagai alat pembayaran lintas batas alias cross border. Ripple juga mengatakan bahwa SEC tidak memiliki otoritas untuk mengatur XRP, karena koin tersebut bukan merupakan produk yang diawasi oleh lembaga tersebut.
Kasus ini masih berlangsung di pengadilan AS, dengan beberapa putusan yang menguntungkan Ripple. Pada Juni 2021, hakim AS Analisa Torres memutuskan bahwa XRP tidak termasuk ke dalam kategori sekuritas.