Bagikan:

JAKARTA - Harga Bitcoin terlihat melemah 8,47 persen ke harga 42.654 dolar AS atau Rp666 juta, satu pekan setelah Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC) menyetujui ETF Bitcoin Spot. 

Melihat kondisi tersebut, Robby selaku Chief Compliance Officer (CCO) Reku dan Ketua Umum Aspakrindo-ABI mengungkapkan bahwa saat ini investor cenderung masih wait and see terhadap perkembangan ekonomi di Amerika Serikat. 

Dari sisi makroekonomi, inflasi di Amerika Serikat mengalami kenaikan pada level 3,4 persen, atau lebih tinggi 0,3 persen dari inflasi Desember 2023 lalu. "Perkembangan yang di luar dugaan tersebut turut meningkatkan kewaspadaan para investor di instrumen berisiko tinggi seperti aset kripto,” ujar Robby pada webinar ETF Bitcoin pada Rabu, 17 Januari yang dilakukan secara daring. 

Walau demikian, Robby meyakini potensi Bitcoin untuk menghijau masih terbuka lebar. Sehingga ia mengimbau investor untuk terus memantau kondisi pasar selagi melanjutkan berinvestasi. 

Robby juga mengatakan bahwa adopsi ETF Bitcoin Spot ini merupakan game-changer dalam mendorong antusiasme investor. Karena, ETF Bitcoin Spot akan membuka potensi masuknya investor tradisional ke pasar kripto melalui Bitcoin. 

“Ini dapat mendorong aliran dana yang semakin besar, bukan hanya dari investor ritel, namun juga investor institusi” tambah Robby.

Menyoal regulasi di Indonesia, Robby berharap pada tahun 2024 akan ada peningkatan jumlah pengguna yang cukup signifikan. Ia berharap, momentum ini bisa membawa industri kripto di Indonesia ke arah yang lebih positif. 

“ETF Bitcoin Spot dalam transaksi global dapat meningkatkan keyakinan masyarakat terhadap Bitcoin. Hal ini akan semakin membuka pengetahuan dan informasi serta referensi regulasi termasuk di Indonesia,” pungkasnya.