Bagikan:

JAKARTA – TikTok menyadari bahwa mitos mengenai perusahaannya masih banyak tersebar dari mulut ke mulut. Jika kesalahan informasi ini terus dibiarkan, branding dari TikTok bisa terganggu.

Maka dari itu, perusahaan berusaha meluruskan disinformasi tentang platform TikTok melalui klarifikasi mitos dengan penyajian fakta. Sejauh ini, mitos tentang TikTok tidak jauh dari tuduhan pengendalian oleh pemerintah China.

Mitos pertama yang ingin TikTok luruskan adalah label perusahaan China. TikTok mengatakan bahwa mereka memang dinaungi oleh ByteDance, perusahaan yang didirikan oleh pengusaha asal China, tetapi TikTok bukan perusahaan milik China.

Saat ini, TikTok dikendalikan oleh investor global seperti Carlyle Group, General Atlantic, dan Susquehanna International Group, ribuan pegawai di Asia Tenggara, Australia, Selandia Baru, Korea Selatan, dan Jepang, serta pendiri perusahaan yang merupakan seorang individu.

Selanjutnya, TikTok ingin meluruskan pemahaman tentang TikTok milik China. TikTok tidak tersedia di wilayah China sehingga mereka tidak mungkin membangun kantor pusat di sana. Saat ini, kantor pusat TikTok hanya ada di Singapura dan Los Angeles.

“Hal ini sesuai dengan pendekatan ByteDance untuk menyelaraskan kebutuhan bisnis dengan pasar tempat layanannya beroperasi. Selain itu, ByteDance juga tidak memiliki kantor pusat global tunggal,” tulis TikTok, dikutip dari rilis perusahaan.

Berikutnya, TikTok ingin meluruskan mitos terkait campur tangan pemerintah China di dalam aplikasi mereka. Dengan tegas, TikTok mengatakan bahwa mereka adalah aplikasi hiburan dan tidak pernah dikendalikan oleh pemerintah mana pun.

TikTok juga tidak memanipulasi konten mengenai isu dan peristiwa politik di China. Perusahaan itu mengatakan bahwa mereka hanya melakukan moderasi konten berdasarkan Panduan Komunitas yang mereka miliki dan bisa diakses secara umum.

“TikTok tidak menghapus konten atas nama pemerintah mana pun kecuali dalam rangka mematuhi proses hukum untuk konten yang melanggar hukum setempat. TikTok tidak beroperasi di China,” kata TikTok.

Mitos lain yang ingin TikTok luruskan adalah masalah penyimpanan data pengguna Indonesia. TikTok menyatakan bahwa mereka tidak pernah menyimpan data pengguna mana pun di China, tak terkecuali data pengguna Indonesia.

“Penting untuk diketahui bahwa data pengguna disimpan di Singapura, Malaysia, dan Amerika Serikat, dan protokol yang ketat mengatur akses karyawan, di mana pun mereka berada,” jelas TikTok.