JAKARTA - Para peneliti di Universitas Florida dan Sekolah Kedokteran Wake Forest di Carolina Utara telah menemukan bahwa penerbangan antariksa dapat menyebabkan disfungsi ereksi pada astronot pria. Hal ini, berdasarkan eksperimen pada tikus. Hasil penelitian ini muncul sebagai peringatan serius bagi rencana penerbangan jangka panjang ke Bulan dan Mars.
Eksperimen tersebut melibatkan 86 tikus jantan yang ditempatkan di NASA Space Radiation Laboratory di New York. Separuh dari tikus-tikus itu ditempatkan dengan kaki belakang menghadap ke atas untuk mensimulasikan mikrogravitasi di luar angkasa, sementara separuh lainnya dapat bergerak bebas di dalam kandang mereka. Kedua kelompok tikus tersebut kemudian dihadapkan pada tingkat radiasi kosmik yang berbeda.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa paparan tingkat radiasi kosmik dan mikrogravitasi dapat menyebabkan masalah disfungsi ereksi pada tikus. Penelitian lanjutan setahun kemudian mengungkapkan adanya dua masalah yang terkait dengan disfungsi ereksi, yaitu stres oksidatif dan disfungsi endotel, yang dapat menghambat aliran darah ke penis.
Para peneliti mencatat bahwa stres oksidatif, yang disebabkan oleh peningkatan molekul instabil yang disebut radikal bebas, dan disfungsi endotel, di mana lapisan sel tipis yang melapisi pembuluh darah tidak dapat berfungsi dengan baik, adalah faktor penyebab disfungsi ereksi.
Meskipun eksperimen ini melibatkan tikus, para peneliti khawatir efek serupa dapat terjadi pada manusia. Astronot yang tinggal di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) selama berbulan-bulan dan melakukan latihan fisik intensif untuk mengatasi mikrogravitasi dapat menghadapi risiko ini.
BACA JUGA:
Eksposur radiasi di luar angkasa dan mikrogravitasi dapat menyebabkan penurunan kesehatan tulang, peningkatan risiko patah tulang, dan penurunan performa otot. Selain itu, jantung juga terpengaruh dan mengalami penyusutan. Penelitian pada tahun 2021 menunjukkan bahwa latihan fisik intensif pun tidak cukup untuk mengatasi efek berkepanjangan dari hilangnya gravitasi terhadap jantung.
NASA, dalam rangka program Artemis, yang bertujuan mengirim astronot ke Bulan dan akhirnya ke Mars, dihadapkan pada tantangan kesehatan serius ini. Rencana untuk mendirikan koloni manusia permanen di sana juga semakin menyoroti kompleksitas kesehatan astronot selama penerbangan antariksa jangka panjang.
Peneliti menyatakan harapannya bahwa pengobatan mungkin tersedia untuk astronot pria sebelum atau setelah mereka kembali dari misi luar angkasa, atau bahkan selama mereka berada di luar angkasa. Dengan rencana penerbangan manusia ke ruang angkasa yang semakin mendekati, penting untuk memantau kesehatan seksual astronot setelah mereka kembali ke Bumi.