Bagikan:

JAKARTA - Bitcoin, mata uang kripto paling populer, telah menghadapi ratusan 'berita kematian' sejak pertama kali diluncurkan pada tahun 2009. Meski demikian, Bitcoin terus menunjukkan ketahanannya terhadap kritik yang tak henti-hentinya.

Menurut 99bitcoins, prediksi terakhir tentang kematian Bitcoin terjadi pada bulan April lalu ketika harganya turun dari  31.000 dolar AS menjadi  27.500 dolar AS  (sekitar Rp400 juta menjadi Rp352 juta).

Dalam tinjauan historis 'berita kematian', CNBC dan Bloomberg menjadi sumber utama dengan masing-masing memiliki 35 dan 24 artikel yang memprediksi kemungkinan kematian Bitcoin. Beberapa judul berita tersebut termasuk 'Bitcoin Masih Akan Hancur,' 'Bitcoin Adalah Skema Ponzi Terdesentralisasi,' dan 'Bitcoin Bukanlah Masa Depan Uang.'

Meski masa depan mata uang kripto dipengaruhi oleh banyak faktor, kemampuannya untuk bangkit dari tekanan kritik patut dihargai. Bitcoin selalu menemukan cara untuk pulih setelah setiap 'kematian' metaforis.

Baru-baru ini, Bitcoin mengalami tren naik dan mendapat dukungan dari BlackRock, sehingga harganya mencapai sekitar 34.000 dolar AS pada 24 Oktober (sekitar Rp500 juta), setelah mengalami periode stabilitas di sekitar  27.000 dolar AS dari Maret hingga Oktober. Ini adalah peningkatan sebesar 78% dalam setahun terakhir.

Selain itu, lonjakan volume perdagangan juga menunjukkan peningkatan minat beli terhadap Bitcoin. Seiring dengan popularitas mata uang kripto yang semakin meningkat, prediksi tentang kehancuran Bitcoin semakin banyak. Dari beberapa prediksi pada tahun-tahun awal, jumlah 'berita kematian' meningkat menjadi ratusan sejak tahun 2017, ketika harga Bitcoin melonjak.

Para kritikus sering mengumumkan kematian Bitcoin saat terjadi penurunan besar dalam harga, seperti yang terjadi pada akhir 2017, awal 2018, Maret 2020, dan pertengahan 2021. Volatilitas harga sering kali menjadi alasan untuk menyebutkan bahwa gelembung akan pecah, seperti yang terjadi pada tahun 2013 dengan judul berita utama, "Gelembung Bitcoin Telah Pecah," ketika harga Bitcoin hanya  84 dolar AS.

Berbagai pihak, mulai dari ahli hingga komentator biasa, telah meramalkan kegagalan Bitcoin. Media utama dan blogger perorangan sama-sama menyuarakan skeptisisme mereka. Dari awal yang lebih berhati-hati, kritik semakin ekstrem seiring berjalannya waktu.

Meski berbagai alasan dikemukakan, seperti ketidakmampuan Bitcoin sebagai uang, kurangnya regulasi, dampak lingkungan, dan persaingan dengan mata uang kripto lainnya, inti dari narasi kehancuran Bitcoin tetap ada. Namun, Bitcoin terus bertahan dan meski telah diumumkan mati sebanyak 474 kali, ia tetap bangkit dan melanjutkan perjalanannya.

Saat ini, semua mata tertuju pada ETF Bitcoin yang sangat dinanti-nantikan dari BlackRock. Perusahaan investasi ini berencana untuk memasukkan Bitcoin ke dalam portofolio asetnya yang bernilai triliunan dolar.