JAKARTA - Asteroid yang berpotensi berbahaya telah berhasil diidentifikasi menggunakan algoritma baru, dirancang untuk mengungkap asteroid atau objek dekat Bumi (NEO).
Algoritma yang disebut HelioLinc3D berasal Observatorium Vera C. Rubin, di Andes Chili, Amerika Selatan, bertujuan untuk memindai langit selama 10 tahun mendatang.
Observatorium Rubin itu belum beroperasi saat ini, namun telah dijadwalkan pada 2025. Dia akan mengandalkan kamera 3,2 gigapiksel untuk melakukan pencitraannya. Dengan lebar 5,5 kaki dan panjang 10 kaki, ini adalah kamera digital terbesar yang pernah dibuat.
HelioLinc3D dikembangkan oleh Ari Heinze, seorang peneliti di Universitas Washington dan Siegfried Eggl, sekarang seorang profesor di University of Illinois Urbana-Champaign. Algoritma itu mampu menemukan data di asteroid yang mungkin tersebar di seluruh pengamatan beberapa hari dari satu satelit.
Sebelum memulai misinya, HelioLinc3D diuji coba menggunakan teleskop khusus Asteroid Terrestrial Impact Last Alert System (ATLAS) di Hawai, AS, dan menemukan asteroid sepanjang 600 kaki yang diberi nama 2022 SF289.
Saat ini, asteroid 2022 SF289 berjarak sekitar empat kali Bumi dari Matahari. Tapi benda langit itu berayun melewati Bumi di sisi berlawanan dari orbitnya, mengklasifikasikannya sebagai asteroid yang berpotensi berbahaya atau PHA.
Awalnya, Teleskop ATLAS mulai mengamati sejak 19 September 2022, tetapi hanya ditangkap sekali malam itu. Untungnya, asteroid tersebut ditemukan lagi tiga kali pada dua malam terpisah, dan HelioLinc3D dapat menyusun teka-teki untuk menemukan asteroid yang bersembunyi di depan mata.
Memang 2022 SF289 termasuk ke dalam asteroid kategori berpotensi berbahaya, tetapi bukanlah ancaman, meski jalur orbitnya akan membawanya dalam jarak 140.000 mil dari Bumi, tampaknya tidak akan berdampak pada planet ini kapan pun di masa mendatang.
BACA JUGA:
“Dengan mendemonstrasikan keefektifan perangkat lunak dunia nyata yang akan digunakan Rubin untuk mencari ribuan asteroid berpotensi berbahaya yang belum diketahui, penemuan 2022 SF289 membuat kita semua lebih aman,” ungkap Heinze.
Para ilmuwan hanya memperkirakan dari ukuran panjangnya, asteroid tersebut kemungkinan besar bisa menghancurkan, tapi bukan bencana besar, seperti dikutip dari Gizmodo dan berbagai sumber, Rabu, 2 Agustus.
“Ini hanyalah sebagian kecil dari apa yang diharapkan dengan Observatorium Rubin dalam waktu kurang dari dua tahun, ketika HelioLinc3D akan menemukan objek seperti ini setiap malam,” kata ilmuwan di Observatorium Rubin, Mario Jurić.
“Dari HelioLinc3D ke kode berbantuan AI, penemuan dekade berikutnya akan menjadi kisah kemajuan dalam algoritme seperti halnya dalam teleskop baru yang besar,” sambungnya.