IKEA Perluas Layanan Desain Interior dan Gabungkan Konsultan AI untuk Jangkau Generasi Z
IKEA gunakan kecerdasan buatan untuk konsultasi desain. (foto: twitter @IKEAUK)

Bagikan:

JAKARTA - IKEA melatih para pekerja pusat panggilan (call center ) untuk menjadi penasihat desain interior saat raksasa furnitur asal Swedia ini ingin menawarkan lebih banyak layanan perbaikan rumah. Mereka juga akan memberikan pertanyaan pelanggan sehari-hari kepada bot kecerdasan buatan bernama Billie.

Pada April lalu, IKEA memperluas layanan desain interior ke Inggris dan Amerika Serikat, setelah sebelumnya diluncurkan di beberapa bagian Eropa, Australia, Uni Emirat Arab, dan negara lain. Di Inggris, pelanggan membayar 25 poundsterling (Rp468 ribu) untuk panggilan video konsultasi desain interior selama 45-60 menit dan daftar produk yang disarankan, dan bisa membayar 125 poundsterling (Rp23 juta) untuk tiga konsultasi desain ruang kerja, rencana lantai, dan visual 3D.

Ingka mengatakan telah melatih 8.500 pekerja pusat panggilan sebagai penasihat desain interior sejak 2021, sementara Billie - diluncurkan pada tahun yang sama dengan nama yang terinspirasi dari rangkaian rak buku IKEA bernama Billy - telah menangani 47% pertanyaan pelanggan ke call center selama dua tahun terakhir.

"Kami berkomitmen untuk memperkuat keterampilan kerja rekan kerja di Ingka, melalui pembelajaran sepanjang hayat dan pengembangan keterampilan baru, serta untuk mempercepat penciptaan pekerjaan baru," kata Ulrika Biesert, manajer global orang dan budaya di Ingka Group, dikutip Reuters.

Ketika ditanya apakah peningkatan penggunaan kecerdasan buatan kemungkinan akan mengakibatkan pengurangan jumlah karyawan di perusahaan, Biesert mengatakan: "Itu bukan yang kami lihat saat ini."

Penjualan produk dan layanan melalui saluran desain interior jarak jauh Ingka menyumbang 1,3 miliar euro (Rp20,8 triliun) dari total pendapatan Ingka tahun keuangan 2022 - sebesar 3,3%. Ingka Group mengatakan kepada Reuters bahwa mereka bertujuan untuk meningkatkan bagian tersebut menjadi 10% pada tahun 2028 sebagai bagian dari upaya untuk menarik pelanggan Generasi Z di masa depan.

Dibandingkan dengan penjualan online produk melalui situs web IKEA, yang dimiliki oleh Ingka, jumlahnya sekitar 9,9 miliar euro (Rp158,8 triliun), atau 25% dari total penjualan pada tahun keuangan Ingka yang berakhir pada 31 Agustus 2022.

Investasi dalam layanan digital ini, saat IKEA memulai ekspansi senilai 2 miliar euro (Rp32 triliun) di Amerika Serikat, sejalan dengan rivalnya, Wayfair, yang bulan lalu meluncurkan 'Digital Design Studio' - sebuah kios di toko di mana pelanggan dapat bereksperimen dengan gaya dan tata letak furnitur dalam gambaran digital ruangan.

"Tidak mengherankan bahwa IKEA sekarang fokus pada saluran penjualan virtual - jika ada yang mengejutkan, itu adalah bahwa mereka melakukannya agak terlambat," kata Jocelyn Paulley, seorang pengacara dan kepala tim sektor ritel di Gowling WLG di London.

"Layanan-layanan virtual ini membutuhkan investasi yang signifikan," kata Paulley. Ini diperlukan, untuk memastikan warna, tekstur, dan ukuran barang tergambar dengan akurat dan untuk meminimalkan pengembalian barang.

Dengan perubahan ini, IKEA berusaha untuk menghadirkan pengalaman belanja yang lebih interaktif dan personal kepada pelanggan. Pelatihan pekerja call center sebagai penasihat desain interior memungkinkan mereka memberikan nasihat dan rekomendasi yang lebih mendalam kepada pelanggan, sementara AI bot seperti Billie bertanggung jawab atas pertanyaan-pertanyaan umum yang sering diajukan oleh pelanggan.

Walaupun ada kekhawatiran bahwa penggunaan AI dan peningkatan layanan virtual ini dapat mengurangi lapangan kerja manusia, IKEA menekankan bahwa mereka tidak melihat pengurangan jumlah karyawan saat ini. Mereka justru berkomitmen untuk meningkatkan keterampilan dan pemberdayaan para pekerja dalam menghadapi perubahan teknologi.

Selain itu, langkah IKEA ini juga sejalan dengan upaya mereka untuk mengakomodasi pelanggan Generasi Z yang merupakan pengguna aktif teknologi dan cenderung mencari pengalaman belanja yang lebih digital.

Dalam era digital yang terus berkembang, perusahaan-perusahaan seperti IKEA harus terus beradaptasi dan menghadirkan inovasi untuk tetap relevan dan memenuhi kebutuhan pelanggan.