JAKARTA - Banyak yang mencari cara agar cepat sampai ke planet mirip Bumi yakni Mars, salah satunya adalah NASA. Belum lama ini, badan antariksa tersebut mengumumkan pendanaan untuk roket bertenaga nuklir yang dapat mengantarkan astronot ke planet itu hanya dalam 45 hari.
Sejauh ini, roket itu cukup canggih di mana ia memanfaatkan nuklir sebagai tenaga pendorongnya, dan diklaim dapat memangkas waktu perjalanan ke Mars.
Bimodal Nuclear Thermal Rocket itu dapat digunakan untuk mengangkut astronot dan kargo melintasi Tata Surya, secara signifikan mengurangi risiko utama yang terkait dengan perjalanan antarplanet, seperti paparan radiasi.
NASA dan program luar angkasa Uni Soviet menghabiskan beberapa dekade untuk meneliti propulsi nuklir selama Space Race. Beberapa tahun yang lalu, NASA menyalakan kembali program nuklirnya untuk tujuan mengembangkan propulsi nuklir bimodal, sistem dua bagian yang terdiri dari elemen Nuclear-Thermal Propulsion (NTP) dan Nuclear-Electric Propulsion (NEP) yang memungkinkan transit ke Mars dalam 100 hari.
Sebagai bagian dari program NASA Innovative Advanced Concepts (NIAC) untuk 2023, NASA memilih konsep nuklir untuk pengembangan Tahap I. Sistem propulsi nuklir bimodal kelas baru ini menggunakan siklus topping rotor gelombang dan dapat mengurangi waktu transit ke Mars menjadi hanya 45 hari.
Konsep roket ini pertama kali digagas oleh Profesor Ryan Gosse dari University of Florida, yang mengklaim desain bimodal akan merevolusi eksplorasi luar angkasa.
Dengan itu, NASA akan membantu mendanai pengembangan roket melalui serangkaian hibah baru sebesar 12.500 dolar AS setara Rp187 jutaan.
Proposal Gosse adalah salah satu dari 14 yang dipilih oleh NAIC tahun ini untuk pengembangan Tahap I untuk membantu pematangan teknologi dan metode yang terlibat. Proposal lain termasuk sensor inovatif, instrumen, teknik pembuatan, sistem tenaga, dan banyak lagi.
“Dengan bekerja sama, lintas pemerintah dan dengan industri, Amerika Serikat memajukan propulsi nuklir ruang angkasa,” ungkap dministrator asosiasi untuk Direktorat Misi Teknologi Luar Angkasa NASA, Jim Reuter.
“Kontrak desain ini merupakan langkah penting menuju perangkat keras reaktor nyata yang suatu hari nanti dapat mendorong misi baru dan penemuan menarik," imbuhnya.
Dari 1950-an hingga 1980-an, program luar angkasa Amerika dan Soviet sama-sama mengeksplorasi penggunaan NTP untuk perjalanan luar angkasa.
BACA JUGA:
Melibatkan pemanasan propelan hidrogen cair dalam reaktor nuklir, yang mengubahnya menjadi plasma penghasil dorong.
Kemudian, NASA berusaha mengembangkan jenis roket baru menggunakan NEP pada 2000-an, menggunakan reaktor nuklir untuk menghasilkan listrik di mesin yang mampu menghasilkan medan elektromagnetik untuk mengionisasi gas, lalu digunakan sebagai daya dorong.
Beberapa upaya telah dilakukan untuk membangun pengujian sistem propulsi ini, termasuk Project Rover, sebuah upaya kolaboratif antara Angkatan Udara AS dan Komisi Energi Atom (AEC) yang diluncurkan pada 1955.
Dengan menggabungkan teknologi NTP dan NEP melalui metode propulsi bimodal, desain Profesor Gosse secara teoretis akan menggandakan kecepatan yang mampu dihasilkan oleh salah satu teknologi itu sendiri.