Bagikan:

JAKARTA - CEO Microsoft Satya Nadella menyatakan dua tahun ke depan akan menjadi masa yang sulit bagi industri teknologi, terlebih rampungnya pandemi COVID-19 menjadikan permintaan produk menurun, serta ekonomi global yang semakin bergejolak.

"Dua tahun ke depan mungkin akan menjadi yang paling menantang karena, bagaimanapun, kami memang mengalami banyak percepatan selama pandemi dan ada sejumlah normalisasi permintaan itu dan, di atas itu, ada resesi nyata di sebagian besar dunia," ungkap Nadella saat wawancara dengan CNBC Internasional minggu lalu.

Meski begitu, kata Nadella, prospek pertumbuhan jangka panjang untuk perusahaan teknologi masih kuat dengan teknologi baru seperti Kecerdasan Buatan (AI), tetapi kenaikan itu akan terjadi setelah melalui beberapa kesulitan.

"Kombinasi tarik-maju dan resesi berarti kita harus menyesuaikan dan akan berputar melalui siklus permintaan dan, pada kenyataannya, keluar darinya dengan apa yang bisa menjadi siklus pertumbuhan besar lainnya untuk industri teknologi," ujar Nadella.

Microsoft, dikatakan Nadella seperti banyak perusahaan lain di dunia di mana ekonomi berada, juga dalam resesi atau terancam sehingga perusahaan mengurangi biaya untuk menghadapi permintaan yang melambat dan tekanan ekonomi, termasuk merumahkan pekerja.

Pada Oktober lalu, perusahaan mengumumkan PHK, dan tidak sendirian dengan 18.000 pekerja yang dipangkas Amazon dan 11.000 oleh Meta.

Saat ini, Microsoft diungkapkan Nadella tengah membuat pengeluarannya sejalan dengan tren pendapatan baru. Dia ingin mengelola biaya dalam jangka pendek sambil berinvestasi untuk jangka panjang.

"Pada akhirnya, hanya karena kami adalah perusahaan teknologi bukan berarti kami yang paling efisien dalam apa yang kami lakukan. Karena paradigma telah berubah, seiring dengan peningkatan standar, kami harus mengukur diri kami sendiri dengan standar baru. Kami tidak kebal terhadap perubahan global," kata Nadella.

Alasan lain untuk optimisme jangka panjang, adalah AI, yang menurut Nadella akan memicu era komputasi berikutnya.

"Jika Anda mengatakan seluler dan cloud adalah paradigma terakhir, selanjutnya adalah AI. Itu akan terjadi, menurut saya, dalam dua, tiga tahun ke depan. Saya mengambilnya kembali ke 2007, 2008, adalah saat cloud dan seluler menjadi besar. Saya pikir kita berada di fase itu ketika itu datang ke AI," jelas Nadella.

Melansir The Register, Rabu, 11 Januari, dia menunjuk ke ChatGPT, antarmuka teks berbasis pembelajaran mesin untuk Model Bahasa Besar (LLM) yang diluncurkan pada November oleh OpenAI.

ChatGPT, dapat menjawab pertanyaan dengan cara percakapan. Teknologi ini menjanjikan untuk berbagai kasus penggunaan, Microsoft dilaporkan mengintegrasikannya ke dalam mesin pencari Bing dan Microsoft Office-nya.

Microsoft pada 2019 menginvestasikan 1 miliar dolar AS setara Rp15,4 triliun dalam OpenAI, kini perusahaan dilaporkan sedang bernegosiasi dengan startup untuk investasi lain dan menggunakan teknologi OpenAI di Azure.

"Bagi saya, pekerjaan pengetahuan, pekerjaan informasi, pekerjaan garis depan, pengembangan perangkat lunak, semuanya dapat diubah oleh AI," tutur Nadella.