Bagikan:

JAKARTA- Sebuah penelitian di University of North Carolina menunjukkan jika media sosial telah memprogram ulang otak anak-anak dan menciptakan generasi orang dewasa “berkulit tipis”.

Anak-anak muda melihat daerah di otak yang mengontrol perasaan penghargaan dan hukuman menjadi terlalu reaktif dibandingkan rekan-rekan mereka yang tidak selalu online.

Para peneliti mengatakan perubahan tersebut menunjukkan bahwa anak-anak yang kecanduan media sosial akan tumbuh menjadi 'hipersensitif' terhadap umpan balik dari orang lain.

Itu terjadi di tengah kekhawatiran bahwa pandemi telah membuat lebih banyak anak kecanduan media sosial. Sebuah studi bulan lalu menyarankan lockdown merusak kemampuan mereka untuk berdiri tegak karena mereka menghabiskan begitu banyak waktu asyik dengan teknologi.

"Temuan kami menunjukkan bahwa memeriksa perilaku di media sosial pada awal masa remaja dapat menyesuaikan kepekaan otak terhadap potensi penghargaan sosial dan hukuman,” kata Dr Eva Telzer, asisten profesor dalam psikologi perkembangan di University of North Carolina di Chapel Hill dan salah satu penulis studi tersebut.

Dr Eva Telzer, asisten profesor   di University of North Carolina.

“Individu dengan kebiasaan memeriksa perilaku menunjukkan hypoactivation awal tetapi meningkatkan kepekaan terhadap isyarat sosial potensial dari waktu ke waktu. Mereka yang tidak memiliki kebiasaan memeriksa menunjukkan hiperaktivasi awal dan penurunan sensitivitas dari waktu ke waktu,” ungkap Telzer seperti dikutip Daily Mail.

Para peneliti mempelajari 178 anak usia 12 tahun dari tiga sekolah menengah umum di North Carolina, AS.

Setiap peserta melaporkan seberapa sering mereka memeriksa platform media sosial populer Facebook, Snapchat, dan Instagram.

Mereka kemudian mengambil bagian dalam tugas Penundaan Insentif Sosial di mana respons otak mereka diukur ketika mereka mengantisipasi menerima penghargaan sosial dan menghindari hukuman sosial.

Selama masa remaja otak mengalami perubahan yang signifikan, menjadikannya masa perkembangan yang krusial.

“Otak mengalami reorganisasi struktural dan fungsional yang signifikan selama masa remaja. Daerah saraf yang terlibat dalam relevansi motivasi dan afektif menjadi hiperaktif, mengorientasikan remaja pada rangsangan yang bermanfaat di lingkungan mereka, terutama dari teman sebaya,” ujar Dr Telzer menambahkan.

Menurut para peneliti, 78 persen anak usia 13 hingga 17 tahun dilaporkan memeriksa perangkat mereka setidaknya setiap jam setiap hari. Bahkan 46 persen mengatakan mereka memeriksanya 'hampir terus-menerus'.

“Platform media sosial memberi remaja kesempatan yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk interaksi sosial selama periode perkembangan kritis ketika otak sangat sensitif terhadap umpan balik sosial,” ujar Dr Telzer.

“Studi kohort longitudinal ini menunjukkan bahwa perilaku media sosial pada masa remaja awal dapat dikaitkan dengan perubahan perkembangan saraf remaja, khususnya kepekaan saraf terhadap umpan balik sosial yang potensial,” tutur Dr Telzer.

“Penelitian lebih lanjut yang meneliti hubungan prospektif jangka panjang antara penggunaan media sosial, perkembangan saraf remaja, dan penyesuaian psikologis diperlukan untuk memahami efek dari pengaruh di mana-mana terhadap perkembangan remaja saat ini,” kata Dr Telzer.

Studi ini dipublikasikan di JAMA Pediatrics dan didukung oleh hibah National Institutes of Health dan Winston Family Foundation.