Kenali Penyebab Depresi pada Anak, Orang Tua Enggak Boleh Acuh
Ilustrasi (Cottonbro/Pexels)

Bagikan:

JAKARTA - Tidak selalu mudah menjadi remaja. Selain lingkungan sekitar memberi tekanan, tubuh juga tumbuh dan mengalami perubahan hingga terkadang membuat hormon turun drastis.

Sebagai sosok dewasa, orang tua mudah melupakan tantangan yang dihadapi anak remajanya. Hanya karena anak memiliki tanggung jawab yang lebih sedikit dibanding orang dewasa, bukan berarti dia tidak mengalami stres.  

Stres harian yang dihadapi anak remaja bisa sebabkan perasaan kewalahan atau menurunnya minat beraktivitas. Perasaan ini bisa berlangsung hingga dua minggu dan jika tidak ditangani dengan baik, dapat sebabkan depresi.

Dilansir dari Psych Central, Jumat, 1 Maret, menurut penelitian terbaru diperkirakan sekitar 3,8 juta remaja berusia 12 dan 17 tahun mengalami setidaknya satu episode depresi berat. Dengan dukungan ahli kesehatan mental, remaja dapat mengidentifikasi pilihan pengobatan yang paling sesuai dengan kebutuhan mereka.

Alasan remaja merasa tertekan

Tak harus ada alasan yang jelas untuk merasa tertekan atau depresi. Para ahli percaya bahwa faktor-faktor yang berkontribusi terhadap depresi sangatlah kompleks dan dapat disebabkan oleh berbagai penyebab. Termasuk hal-hal di luar kendali diri, seperti genetika, kimia otak, hormon, trauma, dan banyak lagi.

Remaja, secara keseluruhan menghadapi sejumlah tantangan yang mungkin berkontribusi terhadap atau menjadi faktor risiko depresi. Hal ini mungkin termasuk;

  • intimidasi
  • media sosial
  • tekanan akademis
  • trauma, seperti pelecehan fisik atau seksual
  • tantangan dengan harga diri
  • pubertas dini
  • penggunaan zat
  • kondisi kesehatan mental lainnya
  • memiliki kondisi medis
  • menjadi LGBTQ dan tidak mendapatkan dukungan yang memadai

Perundungan

Perkembangan identitas seorang remaja sebagian besar dipengaruhi oleh teman sebaya, persahabatan yang sehat, serta hubungan romantis. Bagi remaja yang sedang mengasah keterampilan sosialnya, bullying atau perundungan dapat menjadi bagian dari kenyataan sehari-hari.

Sekitar 20 persen siswa berusia antara 12 hingga 18 tahun melaporkan pernah mengalami bullying. Meski sebagian besar perundungan antar teman sebaya melibatkan rumor, tapi masalah umum lainnya bisa termasuk ejekan, agresi fisik, dan perusakan properti.

Perundungan telah dikaitkan dengan peningkatan penyebab depresi dalam banyak penelitian. Dan penelitian juga menunjukkan bahwa bullying pada remaja dapat mengubah perkembangan otak.

Media sosial

Media sosial bisa menjadi hal positif. Kebanyakan remaja menggunakan media sosial untuk berkomunikasi. Media sosial membantu orang agar tetap terhubung dengan keluarga dan teman-teman.

Sayangnya, bagi remaja, media sosial juga dapat memberi dampak negatif, seperti gangguan tidur, cyberbullying, tekanan teman sebaya, dan ekspektasi yang tidak realistis.

Media sosial tidak hanya menghubungkan remaja satu sama lain. Namun banyak remaja melaporkan bahwa mereka merasa kecanduan media sosial, secara obsesif terus menerus mengecek laman media sosial dan membandingkan hidup mereka dengan orang lain.

Sebuah penelitian mengeksplorasi dampak penggunaan media sosial pada remaja dan menemukan bahwa mereka yang lebih sering menggunakan media sosial pada malam hari khususnya memiliki tingkat depresi lebih tinggi dan kualitas tidur lebih buruk.

Tekanan akademis

Tekanan untuk berprestasi di sekolah datang dari sejumlah bidang. Banyak remaja juga mungkin mengalami tekanan terkait olahraga atau kegiatan ekstrakurikuler lainnya. Siswa yang merasakan stres akademik berisiko 2,4 kali lebih tinggi mengalami depresi dibandingkan mereka yang tidak merasakan stres akademik.

Trauma

Tingginya angka remaja mengalami trauma datang dalam berbagai bentuk, seperti penelantaran, kekerasan fisik, emosional, atau seksual. Penelitian menunjukkan bahwa sekitar 15 hingga 43 persen anak perempuan dan 14 hingga 43 persen anak laki-laki mengalami setidaknya satu trauma.

Konsekuensi trauma terhadap kesehatan mental dapat berkembang terlepas dari jenis, tingkat keparahan, atau frekuensi pelecehan atau trauma tersebut. Misalnya, penelitian terkini menunjukkan bahwa pelecehan emosional sangat terkait dengan depresi.

Jika Anda seorang remaja dan yakin sedang mengalami depresi, penting menghubungi orang dewasa yang terpercaya untuk mendapatkan dukungan selama masa ini. Ingat, depresi pada remaja dapat diobati dengan bimbingan dan dukungan dari ahli kesehatan mental. Anda juga dapat mencoba terapi online jika itu dirasa lebih cocok.