Hakim Uni Eropa Khawatir Twitter Bakal Langgar Aturan Konten Baru, Setelah Lakukan Banyak PHK
Kepala kehakiman Uni Eropa, Didier Reynders, pertanyakan kebijakan PHK Twitter. (foto: twitter @eurireland)

Bagikan:

JAKARTA - Keputusan Twitter untuk menutup kantor perwakilannya di Brussel dan merumahkan ribuan karyawan telah menimbulkan kekhawatiran apakah perusahaan itu dapat mematuhi aturan baru Uni Eropa yang keras terhadap konten online ilegal. Pertanyaan ini muncul dari kepala kehakiman Uni Eropa, Didier Reynders, pada Kamis, 24 November.

Menurut seorang pejabat Uni Eropa, Reynders, yang bertemu dengan perwakilan Twitter di markas platform media sosial Eropa di Dublin, meminta klarifikasi dari perusahaan tersebut.

"Perwakilan Twitter menegaskan kembali komitmen perusahaan untuk memastikan kepatuhan penuh terhadap aturan UE. Komisaris Reynders mencatatnya dan meminta Twitter untuk mewujudkan komitmen ini menjadi tindakan nyata," kata pejabat yang tak mau disebut jatidirinya kepada Reuters.

Aturan baru yang dikenal sebagai Undang-Undang Layanan Digital, yang akan berlaku mulai Februari 2024, mengharuskan platform online berbuat lebih banyak untuk mengawasi internet terhadap konten ilegal atau menghadapi risiko denda sebanyak 6% dari omzet global tahunan mereka.

Twitter telah memecat eksekutif puncak dan memberlakukan pemutusan hubungan kerja yang tajam dengan sedikit peringatan menyusul pengambilalihan perusahaan oleh miliarder Elon Musk bulan lalu. Setengah dari tenaga kerja, sekitar 3.700 karyawan, telah di-PHK sementara lebih dari 1.000 telah mengundurkan diri.

Menurut sumber anonim, dua karyawan terakhir Twitter yang berbasis di Brussel tidak lagi bekerja dengan perusahaan. Tim yang berinteraksi dengan pejabat Komisi terkait masalah kebijakan dan regulasi, awalnya berjumlah enam orang.

Reynders juga memperingatkan Twitter dan perusahaan teknologi lainnya untuk berbuat lebih banyak untuk mengatasi ujaran kebencian online setelah data terbaru menunjukkan bahwa mereka telah menghapus lebih sedikit konten seperti itu pada tahun ini dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Sementara, Twitter juga telah memenuhi tenggat waktu Kamis 24 November untuk menanggapi regulator komunikasi Prancis, Arcom,  tentang apakah perusahaan dapat memenuhi kewajiban hukumnya.

Arcom mengirim surat pada Senin lalu ke Twitter menanyakan apakah mereka dapat memenuhi kewajiban hukumnya untuk menjamin informasi yang transparan meskipun terjadi pemutusan hubungan kerja yang tajam di perusahaan tersebut.

"Twitter menanggapi surat kami," kata juru bicara Arcom, dikutip Reuters. "Kami akan menganalisis tanggapan mereka. Dialog terus berlanjut."