JAKARTA - Perintah Elon Musk, sebagai pemilik Twitter yang meminta karyawan berhenti bekerja dari jarak jauh atau rumah dan mulai bekerja "berjam-jam dengan intensitas tinggi" di kantor dianggap telah mendiskriminasi pekerja penyandang disabilitas. Hal ini muncul dalam sebuah gugatan baru dari sejumlah karyawan.
Dmitry Borodaenko, seorang manajer teknik yang berbasis di California yang mengatakan bahwa Twitter telah memecatnya pekan ini ketika dia menolak untuk melapor ke kantor tersebut, kini mengajukan gugatan class action terhadap perusahaan tersebut di pengadilan federal San Francisco pada Rabu, 16 November.
Borodaenko mengatakan seruan Musk baru-baru ini kepada karyawan Twitter untuk kembali ke kantor atau berhenti, telah melanggar Undang-Undang Penyandang Disabilitas Amerika Serikat (ADA), yang mewajibkan pemberi kerja untuk menawarkan akomodasi yang wajar kepada pekerja penyandang disabilitas.
Menurut gugatan yang diajukan, Borodaenko memiliki kecacatan yang membuatnya rentan terhadap COVID-19.
Gugatan tersebut mengatakan banyak karyawan Twitter penyandang disabilitas telah dipaksa untuk mengundurkan diri karena mereka tidak dapat memenuhi standar kinerja dan produktivitas yang dituntut oleh Musk.
Dalam gugatan terpisah yang diajukan di pengadilan yang sama pada Rabu, Twitter dituduh memberhentikan ribuan pekerja kontrak tanpa memberikan pemberitahuan 60 hari yang diwajibkan oleh undang-undang federal.
BACA JUGA:
Sebelumnya, Twitter sudah menghadapi gugatan class action yang diusulkan, juga di pengadilan federal San Francisco, yang mengklaim telah melanggar undang-undang itu dengan memberhentikan secara tiba-tiba sekitar 3.700 karyawan, atau setengah dari tenaga kerja perusahaan, setelah Musk mengambil alih Twitter.
Twitter tidak segera menanggapi permintaan komentar dari Reuters, pada Kamis lalu. Musk mengatakan pekerja yang di-PHK ditawari uang pesangon selama tiga bulan. Di bawah undang-undang federal, majikan dapat memberi pekerja 60 hari uang pesangon sebagai pengganti pemberitahuan PHK.
Shannon Liss-Riordan, pengacara penggugat dalam ketiga kasus yang tertunda, mengatakan bahwa sejak mengambil alih Twitter, Musk "telah membuat pekerja Twitter mengalami banyak rasa sakit dan ketidakpastian dalam waktu yang begitu singkat."